ANALISD.com - Dua anak kucing hutan [Prionailurus bengalensis] ditemukan warga di Nagari Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, pada Minggu [9/7/2023]. Saat melihatnya, Rahmi Relva [26] tengah bersiap menutup konter hp miliknya, sekitar pukul 21.00 WIB.

Toko tersebut letaknya tidak jauh dari semak yang berbatasan langsung dengan kebun warga. Menurut penuturan Rahmi, kemungkinan kucing tersebut ditinggal induknya dan lari ke tepi jalan.

“Awalnya, saya kira kucing biasa. Ternyata kucing hutan, kata orang sekitar,” jelasnya ketika  dihubungi Mongabay, Kamis [20/7/2023].

Merasa iba, Rahmi membawa dua anakan kucing tersebut ke rumahnya dan memasukkan ke kandang.

“Dua hari di rumah, saya beri makan ikan segar dan juga makanan kaleng.”

Rencananya, kucing ini akan dipelihara. Setelah agak besar, baru dilepaskan kembali.

“Namun, kucingnya agak agresif sehingga saya agak takut memeliharanya. Lalu, saya ke dokter hewan dan disarankan untuk dibawa ke BKSDA.”

Rahmi mengaku sempat kesulitan mencari kantor BKSDA Resort Tanah Datar.

“Saya searching yang ketemu di Instagram hanya BKSDA Sumbar. Lalu saya ke kantor Bupati dan ditunjukkan kantor BKSDA Batusangkar. Kucingnya saya serahkan dan petugas BKSDA langsung melepaskannya malam hari,” jelasnya.

Jenis dilindungi

Erwin Willianto, pemerhati kucing liar dan anggota IUCN SSC Cat Specialist Group, mengatakan kucing hutan merupakan jenis dilindungi, berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Jenis ini mempunyai range habitat cukup luas hingga ke batas perkampungan. Pada periode penyapihan, sang induk akan mencari lokasi yang jauh dari teritori jantan. Tujuannya, mengamankan anak-anaknya sekaligus mendekatkan pada dengan sumber pakan yang biasanya adalah kebun masyarakat.

“Itulah sebabnya, sering anakan kucing hutan dijumpai masyarakat,” jelasnya, Minggu [23/7/2023].

Pada waktu tertentu, anakan kucing yang ditinggalkan induknya untuk mencari pakan, kadang pergi keluar dari sarang dan bertemu manusia.

“Tidak semua anakan kucing yang berkeliaran tanpa induk karena disisihkan, sehingga yang terjadi adalah masyarakat berusaha menyelamatkan. Padahal, belum tentu itu yang dibutuhkan. Bisa saja, kita cukup mengamati dari kejauhan untuk memastikan aman hingga induknya kembali.”

Menurut Erwin, apa yang dilakukan Rahmi untuk segera mencari pihak berwenang sudah tepat. Alasannya, kita sebagai orang sipil tidak boleh mengambil terlebih memelihara satwa dilindungi.

“Jika masyarakat kesulitan mencari petugas terkait, dapat juga menghubungi petugas pemadam kebakaran yang pada beberapa kasus dapat membantu penanganan satwa liar.”

Terkait pelepasan, lanjut Erwin, hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi dan kemampuan untuk bertahan hidup. Terlebih, anakan kucing tersebut belum bisa mencari makan atau menghindari predator.

“Jadi bermasalah, jika dilepasliarkan tapi kemudian mati karena tidak bisa mencari makan. Poinnya, upaya penangkapan yang tidak didasari situasi kuat akan berujung pada timbulnya konsekuensi yang cenderung menghabiskan waktu dan sumber daya untuk merawat dan melatih anakan kucing tersebut,” tandasnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh Rahmadi R

#Konservasi

Index

Berita Lainnya

Index