Ulat Sagu Kaya Protein Sering Disajikan di Ritual Adat

Ulat Sagu Kaya Protein Sering Disajikan di Ritual Adat
Mama Suku Kombay menyiapkan Bungkusan Ulat Sagu dalam Festival Pesta Ulat Sagu di Kampung Uni, Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Papua, Rabu (26/9). Festival Pesta Ulat Sagu yang digelar Masyarakat Adat Kombay bersama Perkumpulan Silva Papua Lestar

ANALISD.com, Papua - Bagi banyak orang ketika melihat hewan bernama ulat sagu, ada kemungkinan merasa ketakutan dan dianggap menjijikan. Namun, di beberapa tempat di wilayah timur Indonesia, terutama di Papua, ulat sagu adalah salah satu makanan favorit.

Bahkan, bagi mereka yang terbiasa mengonsumsinya, ulat sagu disebut sebagai makanan yang memiliki cita rasa lezat. Di Papua, ulat sagu bisa dikatakan produk terpenting kedua selain pohon sagu itu sendiri, sehingga banyak dibuat festival mengenai ulat sagu.

Menurut Hari Suroto, Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, masyarakat Papua memiliki tradisi memanen ulat sagu dengan cara membiarkan pohon sagu yang telah ditebang di alam, maka dengan begitu mereka bisa mendapatkan ulat sagu. Namun ternyata lebih dari itu, pada beberapa etnis di Papua, ulat-ulat sagu menjadi menu terhormat dalam ritual dan adat.

Misalkan dalam adat di Suku Asmat, di mana setiap pesta akan didahului dengan menebang pohon-pohon sagu, yang kemudian dibiarkan di tempat. Di dalam batang-batang sagu itulah akan terbentuk ulat-ulat sagu yang akan diperlukan sebagai menu terhormat di dalam festival. Ulat sagu dimakan mentah atau dibakar di atas bara api karena ulat-ulat sagu ini menjadi unsur penting dalam beberapa ritual Suku Asmat.

“Nah, bagi orang Asmat, ulat sagu merupakan makanan yang memiliki daya spiritual. Di dalam ulat sagu dipercaya terdapat banyak sekali roh leluhur. Dengan kekuatan raga dan spiritual, ia dipersonifikasikan terletak di antara persinggungan titik persendian yang menjaga agar tubuh tetap bergerak,” ungkap Hari kepada Mongabay.

 

Ulat sagu yang terlihat berada di batang sagu. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

 

Tidak hanya pada Suku Asmat, ulat sagu juga merupakan hal paling penting yang dilakukan dalam ritual oleh Suku Korowai. Ritual tersebut kini dibuat dalam festival ulat sagu, dengan tujuan menjamin kelangsungan hidup dengan fokus pada kesuburan dan kemakmuran. Perayaan dalam festival ulat sagu ini terkait dengan dunia roh terhadap manusia, agar menjaga budaya dari gangguan dan bahaya.

Sementara di antara Suku Kamoro, sebuah ritual makanan ulat sagu disiapkan bagi upacara inisiasi anak lelaki, terdiri dari jenis kerang-kerangan tertentu atau ulat sagu yang dicampur dengan sagu dan dipanggang dalam kemasan daun sagu berukuran panjang. Kandungan lemak dari hewan-hewan ini meresap ke dalam sagu untuk dijadikan ritual.

 

Warga tampak menunjukkan ulat sagu. Foto: Naomy Wenda

 

Kaya protein

Kebiasaan konsumsi ulat sagu di Papua ternyata memiliki banyak manfaat buat kesehatan. Berbagai penelitian dilakukan untuk membuktikan kandungan kesehatan bagi orang yang mengonsumsi ulat sagu.

Sebagaimana diketahui, ulat sagu merupakan larva berukuran sekitar tiga sampai empat sentimeter yang berasal dari jenis kumbang penggerek dengan nama ilmiah Rhynchophorus ferrugineus. Hewan ini berkembang biak di dalam batang pohon sagu yang tumbang.

Salah satu penelitian tentang ulat sagu dengan menggunakan analisis kimiawi dilakukan di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Hasilnya menyebutkan bahwa ulat sagu mengandung protein dengan kualitas cukup baik. Dalam keadaan basah ulat sagu mengandung air 67,35%, abu 2,45%, protein 11,47%, dan lemak  18,25%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi basah maupun kering, pada suhu 70 derajat Celcius, kandungan nutrien yang tinggi adalah lemak dan protein.

“Kandungan lemak yang tinggi pada ulat sagu, disebabkan karena lemak akan digunakan sebagai   energi cadangan pada saat ulat sagu memasuki fase pupa [kepompong],” ungkap penelitian tersebut.

 

Seorang warga di Kampung Asei, pesisir Danau Sentani, Jayapura, Papua, berdiri dengan latar hutan sagu milik masyarakat adat Asei. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Mengutip dari laman halodoc, ulat sagu memiliki banyak manfaat bagi kesehatan di antaranya adalah baik untuk sistem pencernaan, contohnya untuk mencegah sembelit atau perut kembung.

Selain kaya protein, ternyata ulat sagu juga kaya akan mineral penting yang dianggap baik untuk membantu memperkuat tulang dan gigi, serta dapat melawan infeksi akibat mikroba. Kendati demikian, mengonsumsi ulat sagu sebaiknya dilakukan dengan tidak berlebihan. Sebab, mengonsumsi protein terlalu banyak dapat memicu masalah pencernaan, seperti sembelit, diare, kembung, hingga kram perut.

Selain penelitian tentang kualitas protein pada ulat sagu yang tinggi, berbagai penelitian mengenai pengolahan ulat sagu juga sudah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian mengenai pembuatan tepung ulat sagu, yang mengandung antioksidan sekaligus arginin; keduanya berperan memodulasi stres oksidatif termasuk Nitrik oxide [No] yang terlibat pada imunopatologi malaria serebral.

Berita Lainnya

Index