ANALISD.com - Prinsip ekonomi biru didorong untuk menjadi prioritas kerja sama antar negara Asia Tenggara yang tergabung dalam perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Komitmen itu akan dijalankan selama Indonesia melaksanakan Keketuaan ASEAN 2023 terhitung Januari-Desember 2023.

Dorongan tersebut dilakukan, karena ekonomi biru dipandang sebagai platform baru untuk mengembangkan ekonomi menjadi lebih bagus dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan sekitar yang menjadi sentra dari pusat ekonomi.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa belum lama ini di Jakarta mengatakan, ASEAN menjadi kelompok negara dengan potensi besar untuk mengembangkan ekonomi biru.

Pernyataan tersebut didasarkan pada fakta bahwa lebih dari 66 persen kawasan di Asia Tenggara tidak lain adalah perairan samudera dan laut lepas. Untuk itu, Indonesia berkomitmen untuk menjadikan ASEAN Blue Economy Framework sebagai salah satu dorongan strategis pada sektor keuangan atau priority economy derivables (PED).

Adapun, PED sendiri ditetapkan terdiri dari tiga poin utama yang mencakup 16 agenda prioritas. Ketiga poin itu adalah pemulihan dan pembangunan kembali (recovery rebuilding), ekonomi digital (digital economy), dan keberlanjutan (sustainability).

Ekonomi biru didorong masuk salah satu agenda PED, karena prinsip tersebut menjadi upaya optimalisasi pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan sumber daya laut secara inklusif dan berkelanjutan.

“Sehingga turut mendukung pelestarian laut beserta ekosistem pendukungnya,” ungkapnya.

Dengan potensi yang besar, ekonomi biru diyakini akan bisa menjadi mesin baru untuk banyak kegiatan pembangunan yang berjalan di ASEAN. Dia optimis, transisi ke ekonomi biru di ASEAN akan menjadi peluang baru untuk meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan mendorong masyarakat berpenghasilan menengah untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya.

“Ekonomi biru juga sekaligus mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals,” tambah dia.

Khusus untuk di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas sengaja membuat peta jalan ekonomi yang menjadi pedoman pelaksanaan ekonomi biru yang lebih kompetitif, inovatif, berkelanjutan, dan inklusif.

Peta jalan diluncurkan, karena ekonomi biru diyakini akan menjadi sumber pertumbuhan baru bagi Indonesia dan bisa mendorong pencapaian Visi Indonesia 2045. Dia yakin, dengan yang berbasis pengetahuan, akan tercipta kesejahteraan sosial-ekonomi, memastikan kawasan laut yang sehat, dan memperkuat ketahanan bagi generasi saat ini dan akan datang.

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Leonardo AA Teguh Sambodo menyebut kalau kunci keberhasilan pengembangan ekonomi biru bukan hanya bergantung pada peta jalan saja.

Namun juga, bagaimana kolaborasi internasional yang berkelanjutan bisa dilaksanakan antar negara ASEAN dengan sangat baik. Tujuannya, agar bisa memandu dan mendukung implementasi pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi global, pembangunan sosial, dan konservasi lingkungan.

Tentang ekonomi biru yang sedang diusung Indonesia pada Keketuaan ASEAN 2023, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan bahwa itu akan membutuhkan pembiayaan alternatif untuk menjalankan program pembangunan.

Pendanaan biru jangka panjang akan didorong untuk bisa berjalan di semua negara ASEAN. Khususnya, di Indonesia yang diyakini akan mengandalkan instrumen pendanaan alternatif untuk melaksanakan target dan sasaran ekonomi biru.

Dia menjelaskan kalau pembiayaan alternatif yang sudah ada saat ini hanya mengandalkan sovereign bond atau surat utang (obligasi) internasional yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Namun, dia yakin bahwa itu tidak akan cukup untuk mengisi kekurangan pendanaan yang dibutuhkan.

“Sehingga kita harus mengembangkan instrumen non-sovereign dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan,” ungkap dia.

Vivi Yulaswati mengulas, dari total pendanaan biru yang dibutuhkan di Indonesia, Pemerintah Indonesia berperan dengan pendanaan 20-25 persen. Sementara, sekitar 75-80 persen diharapkan bisa diisi oleh pendanaan nonpemerintah, bisa oleh pihak swasta atau pemangku kepentingan lain.

Menurut dia, Pemerintah Indonesia membuka kesempatan yang luas bagi para pihak terkait yang tertarik untuk menentukan strategi pendanaan ekonomi biru secara bersama yang tertuang dalam ASEAN Blue Economy Framework.

Tetapi, agar target pembiayaan bisa dipenuhi dari semua pihak, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana meningkatkan pemahaman kepada publik tentang berbagai bentuk surat berharga dan sukuk. Baik yang diterbitkan pemerintah, nonpemerintah, dan bagaimana proses penerbitannya.

Dia menyebut, pembentukan pendanaan biru di Indonesia sangat penting untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia 2045, menjadi negara maju saat merayakan 100 tahun kemerdekaan. Untuk itu, perlu pendanaan yang cukup untuk mendukung implementasinya.

Komitmen tersebut membuat Indonesia akan terus menggali lebih jauh bagaimana strategi dan kebutuhan kebijakan, hingga kerangka kerja baru untuk mengembangkan pelaksanaan ekonomi biru yang menjadi salah satu prioritas.

“Memastikan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan sebagai mesin baru bagi pembangunan Indonesia,” pungkas dia.

Peluang Baru

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan tentang ekonomi biru di ASEAN sebagai peluang baru untuk pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Dia mengajak semua negara di ASEAN untuk bisa bersinergi dalam menerapkan ekonomi biru.

Sinergi yang dimaksud, tidak lain adalah bagaimana ekonomi biru bisa mendorong terwujudnya pengelolaan laut berbasis ekonomi dan sekaligus mewujudkan lingkungan laut yang tetap sehat dan berkelanjutan.

Selain mengutamakan kelestarian kesehatan lautan, kebijakan strategis ekonomi biru juga membuka peluang investasi, lapangan kerja dan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Kusdiantoro mengakui bahwa ekonomi biru menjadi harapan baru untuk pengendali laut dan ekosistemnya di masa mendatang

Dia menjelaskan kalau wilayah pesisir dan lautan menjadi aset berharga bagi Indonesia. Ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang, dan sumber daya ikan (SDI) memiliki nilai jasa ekosistem besar yang bisa mendukung perekonomian negara dan mata pencaharian masyarakat pesisir.

Tetapi, semua aset tersebut saat ini ada dalam tekanan akibat praktik eksploitasi yang tidak berkelanjutan dan faktor eksternal lainnya seperti perubahan iklim. Hal tersebut diperparah dengan semakin banyaknya warga Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir.

Dia memandang, ekonomi biru menjadi bagian dari kerangka pembangunan berkelanjutan yang mendukung untuk mengatasi banyak isu seperti kesenjangan pembangunan dan distribusi kesejahteraan yang tidak merata dari sumber daya kelautan.

“Juga, (isu) kapasitas sumber daya manusia di sektor kelautan dan yang lebih penting pertumbuhan ekonomi nasional. Kita perlu mengelola lingkungan laut kita secara berkelanjutan untuk generasi mendatang. Hal ini akan diwujudkan melalui implementasi ekonomi biru,” tegas dia.

KKP sendiri sudah merancang program ekonomi dan diharapkan bisa menjadi referensi bagi negara-negara ASEAN. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo, ada lima program prioritas untuk pengembangan ekonomi biru.

Kelimanya adalah perluasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota; pembangunan budi daya laut; pesisir dan darat yang berkelanjutan; pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan pembersihan sampah plastik melalui gerakan partisipasi nelayan atau bulan cinta laut.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakini kalau Indonesia akan menjadi negara dengan pendapatan tinggi dalam waktu beberapa tahun mendatang. Bahkan dia optimis, pada 2045 nanti sektor kelautan dan perikanan akan berkontribusi dua kali lipat dari sekarang terhadap ekonomi nasional.

Agar capaian tersebut bisa diwujudkan, dia menyebut kalau kegiatan penelitian harus menjadi prioritas dan terus berkembang setiap waktunya. Penelitian tersebut, bisa mencakup semua aspek yang ada pada sektor kelautan dan perikanan.

Misalnya saja, kegiatan budi daya rumput laut yang berpotensi sangat besar tak hanya dalam bentuk mentah (raw) saja, namun juga dalam bentuk lain seperti sumber energi biofuel, pupuk, makanan, pembersihan laut, penangkap emisi karbon dioksida (CO2).

“Di Indonesia sendiri ada lebih dari 200 spesies (rumput laut) dan kita baru tiga spesies yang dikembangkan,” ungkap dia di Jakarta.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh Jay Fajar


 

#Perubahan Iklim

Index

Berita Lainnya

Index