ANALISD.com, Jakarta - Sejumlah perusahaan besar menunjukkan minatnya untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) di sektor pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut ada beberapa risiko yang harus mereka hadapi dalam pengembangan energi hijau tersebut.  

Video Player is loading. Pause Unmute Loaded: 0% Remaining Time -0:00 Close Player Yudo Dwinanda Priadi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, mengatakan risiko yang kerap kali ditemukan dalam pengembangan panas bumi adalah kendala dalam eksplorasi dan kebutuhan infrastruktur.  

“Memang bisnis usaha panas bumi ini sangat menjanjikan, banyak perusahaan besar yang berminat. Tapi, investasi panas bumi memiliki risiko yang cukup tinggi, termasuk pada tahap ekplorasi dan kebutuhan infrastruktur,” ujar Yudo saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (22/9).  

Dia mengatakan, pemerintah saat ini sudah membuat sebuah program untuk bisa mengurangi adanya risiko yang ditimbulkan akibat pengembangan panas bumi. 

Untuk mengatasi risiko pada tahap eksplorasi, pemerintah akan melakukan program pengeboran guna meningkatkan kualitas data panas bumi. Yudo menyebutkan, pengeboran tersebut akan dilakukan pada 20 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas 683 Megawatt (MW) sampai 2024.

“Sedangkan untuk risiko pada kebutuhan infrastruktur, seperti akses untuk ke lokasi proyek akan dikoordinasikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), “ujarnya.

Yudo mengatakan, para pengembang energi panas bumi melihat energi bersih tersebut sangat menjanjikan untuk pembangkit listrik yang berkelanjutan dan dapat menjadi andalan dalam kelistrikan nasional. 

“Dengan demikian potensi panas bumi itu diprediksi bisa mencapai 3,3 Gigawatt (GW) pada tahun 2030,” kata dia. Insentif Baru dan Penyempurnaan Regulasi.

Sebelumnya, Kementerian ESDM juga menyebutkan bahwa pemerintah akan memberikan sejumlah insentif dan kemudahan untuk menarik perusahaan besar untuk menggarap pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).

“Untuk menarik investor, pemerintah menyempurnakan regulasi terkait panas bumi termasuk insentif fiskal dan non fiskal, mengurangi risiko eksplorasi melalui government drilling, menyiapkan mekanisme pembiayaan pada tahapan eksplorasi, menawarkan WKP dan Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (WPSPE) baru,“ ujar Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Harris Yahya kepada Katadata.co.id, Senin (14/8).  

Hingga saat ini, kapasitas panas bumi yang terpasang baru sebesar 2.378 MW. Ini berarti rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang per tahun hanya sekitar 40 MW. Dengan begitu, menurutnya pertumbuhan energi panas bumi masih jauh dari sumber daya yang dimiliki sekitar 24.000 MW.

Padahal, Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar kedua di dunia sebesar 24 GW. Namun, yang sudah dimanfaatkan untuk PLTP baru 2.175,7 MWe atau 9%.

 

#Green Economy

Index

Berita Lainnya

Index