ANALISD.com, Jambi - Apapun kerjaan dilakukan terpenting dapatkan cuan. Begitulah MA, berhenti sebagai penambang emas ilegal di Sarolangun, justru terlibat jaringan perdagangan kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Lelaki 46 tahun itu sudah sebulan dipantau petugas dan akhirnya dibekuk Balai Gakkum KLHK Sumatera bersama BKSDA dan Polda Jambi 10 Mei lalu. Kala itu dia tengah menunggu pembeli di parkiran mesjid di Jalan Lintas Sarolangun–Bangko, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Dari tangan MA, petugas menyita dua karung berisi selembar kulit harimau lengkap dengan 12 gigi, 4 taring, 20 tulang rusuk, 14 tulang kaki dan tulang panggul. Rencananya, kulit dan organ tubuh harimau itu dijual Rp70 juta pada pembeli dari Palembang.

MA ditangkap bersama dua rekannya, MK  dan MI,  warga Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun. Ketiganya terjerat Pasal 21 Ayat 2 Huruf d jo Pasal 40 Ayat 2 Undang-undang No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan terancam lima tahun penjara, denda Rp100 juta.

Beth Vendri, Komandan Mako SPORC Brigade Harimau Jambi menyebut, ketiga pelaku bukanlah pemburu. “Mereka ini orang ketiga, mereka hanya diminta mencari pembeli, tugasnya hanya menjual, bukan pemburu atau pengepul,” katanya.

Saat ini, Penyidik Gakkum KLHK masih mendalami adanya jaringan perdagangan satwa liar di belakangnya. “Tangan kedua dan pertama masih kita selidiki.”

Orang kedua atau pengepul, katanya,  jadi kunci rantai perdagangan kulit harimau karena memiliki jaringan luas dan terkoneksi dengan para pemburu serta pengepul di berbagai provinsi di Sumatera.

“Kami akan terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti Cyber Patrol, dan Intelligence Centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi,” kata Subhan, Kepala Balai Gakkum KLHK Sumatera.

Dia bilang, akan terus bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk memberantas kegiatan perburuan dan perdagangan satwa dilindungi.

Dalam beberapa tahun terakhir, KLHK telah melakukan 1.931 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kawasan hutan di Indonesia, sebanyak, 456 operasi tumbuhan dan satwa liar. Sebanyak 1.375 perkara pidana dan perdata dibawa ke pengadilan, baik pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.

Yayasan Auriga Nusantara– organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam upaya melestarikan sumber daya alam dan lingkungan–mencatat, ada 18 kabupaten dan kota jadi daerah pengepul satwa liar. Ia tersebar mulai Sumatera Barat, Jambi, Riau, Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Di Jambi,  ada enam  kabupaten kota yang terindikasi jadi lokasi pengepul kulit harimau, yakni, Kabupaten Sarolangun; Muaro Jambi, Kota Jambi, Merangin dan Tebo.

Khairil, pemburu satwa–bukan nama sebenarnya, mengaku,  sudah lama tidak berburu. Sebelumnya dia sempat beberapa kali menjual ular dan trenggiling ke pengepul di Sarolangun, tempatnya di pinggir jalan lintas Sarolangun-Bangko.

“Kalau harimau belum pernah jual.”

Ketika diperlihatkan foto tiga tersangka penjual kulit harimau yang tengah diinterogasi dengan mata sengaja dicoret untuk menyamarkan identitas, Khairil tetap mengenali salah satunya. “Yang pakai kumis (MA) ini tahu sayo. Puaso kemarin baru ketemu dio, mau nitip baju,” katanya.

Namun Khairil tidak tahu kalau pria yang dia kenal itu terlibat penjualan kulit harimau. Dia hanya tahu dulu MA kerja tambang emas ilegal di Sarolangun, lalu pindah ke Tebo dan sempat menghilang karena terbelit utang.

Jalur pedagangan

Jambi merupakan bagian dari jalur perdagangan satwa liar. Enam hari sebelum MA ditangkap di Sarolangun, Polres Kerinci juga menangkap warga Balai Ampek Baleh, Pesisir Selatan, Sumatera Barat saat menunggu pembeli kulit harimau di sebuah hotel di Kota Sungai Penuh, Jambi.

Secara geografis, Jambi terletak di tengah Sumatera, berbatasan langsung dengan Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Barat dan Riau.

Jambi juga dekat dengan Batam, yang jadi pintu keluar pengiriman satwa ilegal menuju luar negeri. Banyaknya pelabuhan tikus di wilayah Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat yang terhubung dengan laut lepas, membuat Jambi begitu rawan.

“Untuk jalur perdagangan satwa dilindungi, Jambi ini jalur tengah,” kata Teguh Sriyanto, Kasubag TU Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. “Jambi ini perlintasan dari Riau, Palembang, Medan. Semua lewat Jambi.”

Sulih Primara Putra, peneliti satwa liar Yayasan Auriga Nusantara menyebut, hampir seluruh provinsi di Sumatera menjadi jalur perdagangan harimau dengan tujuan Batam, Jakarta, Surabaya, Singapura, Vietnam, Thailand, Tiongkok, Korea bahkan Eropa. Eropa ini merujuk pada Rusia, Polandia, Czech Republik, Perancis, Inggis dan Italia.

Dari Jambi, harimau keluar melalui pelabuhan kecil, di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

“Lalu Batam menjadi hub-nya, karena banyak pelabuhan tikus dan akses ke luar negeri yang murah dan minim pengawasan.”

Selain menggunakan jalur laut, para pelaku juga kerap pakai jalur darat. Mereka bahkan menggunakan jasa kargo, mobil boks berpendingin sampai memanfaatkan penjual sayur keliling sebagai kurir. Kulit harimau dikemas dalam karung bercampur hasil bumi seperti pinang, kayu manis, gaharu dan lain-lain.

“Kasus di Lampung itu mereka [pelaku] sewa ambulans. Kasus penyelundupan anak harimau dari Sumbar ke Medan itu pakai truk jasa pengiriman motor. Di tengah dibuat kandang kecil untuk anak harimau, masih hidup,” ujar Rudianto, yang sudah 24 tahun menggeluti isu kejahatan perdagangan satwa liar.

Setiap provinsi di Sumatera, katanya,  terdapat pengepul satwa liar. Bahkan mereka bercokol mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga provinsi.

“Antar provinsi ini punya keterkaitan jaringan antar pelaku. Seperti kasus di Aceh, ternyata pemburu dari Sumatera Barat,  kemudian yang di Lampung pengepul dari Sumatera Utara. Atau yang di Bengkulu itu kaitan erat dengan Palembang dan Jambi.”

Kulit harimau yang masih utuh dibuat jadi taksidermis atau offset. Sementara kulit yang sudah rusak akan dipotong kecil-kecil menjadi amulet (jimat). Beberapa orang percaya kulit harimau dapat menambah kewibawaan, keberuntungan dan lain-lain.

“Itu [amulet] banyak dijual di Thailand kemudian Vietnam,” kata Rudi.

“Perajinnya ada di Jakarta. Dulu,  di Glodok ada punya kulit harimau satu truk. Dia punya usaha jasa pengiriman sendiri. Di Cimanggis, itu nampung barang-barang dari Jambi, Aceh, Sumut.”

Untuk tulang harimau ada penampung khusus, dijual ke Singapura dan Vietnam. Tulang harimau untuk campuran ramuan obat tradisional.

Campuran obat

Pengobatan tradisional Tiongkok atau traditional Chinese medicine (TCM) telah dipraktikkan ribuan tahun. Beberapa bahan untuk TCM diketahui berasal dari spesies tumbuhan dan hewan yang terancam punah dan dibatasi perdagangannya.

Beberapa buku teks TCM, baru-baru ini masih merekomendasikan formula yang mengandung berbagai jaringan hewan, seperti tulang harimau, kijang, tanduk kerbau atau tanduk badak, rusa, testis dan penis anjing, beruang dan empedu ular. Biasanya jaringan hewan dikombinasikan dengan tanaman obat.

Dalam pengobatan tradisional Tiongkok, kata Sulih, tulang harimau untuk mengobati nyeri kronis dengan fungsi memperkuat otot dan tulang, mengeluarkan angin dan dingin, serta menghilangkan rasa sakit dan kejang.

Pengobatan tradisional Tiongkok yang membutuhkan organ tubuh satwa liar sebagai campuran ramuan, ikut mendorong perburuan dan perdagangan satwa liar dan organ tubuhnya di pasar gelap terus terjadi.

Data Auriga menunjukkan, pada 2010-2021 tercatat 127 kasus kejahatan terhadap harimau melibatkan 241 tersangka. Setidaknya,  189 harimau termasuk harimau Sumatera diperdagangkan ilegal. Dari jumlah itu, 107 kasus berhasil dibongkar. Ada 75 kasus perdagangan harimau, 22 kasus harimau diperdagangkan online, dan 10 kasus penyeludupan spesies harimau.

Sementara data Traffic pada November 2022 memperlihatkan, rata-rata 150 harimau dan bagian tubuhnya diperdagangkan setiap tahun di seluruh dunia serta sudah berlangsung 23 tahun.

Diperkirakan 3.377 harimau dan bagian tubuh disita petugas dari perdagangan ilegal pada Januari 2.000 sampai Juni 2022 di 50 negara dan daerah. Lebih dari 2.300 orang telah ditangkap karena terlibat dalam perdagangan harimau.

Indonesia,  katanya, jadi negara dengan penyitaan terbanyak ketiga, dengan 207 kasus, setelah Tiongkok 212 kasus, dan India 759 kasus.

Pada paruh pertama 2022, petugas di Indonesia menyita 18 harimau dan bagian tubuh yang diperdagangkan ilegal

Rawan

Beth Vendri menduga, harimau jantan yang dijual tiga warga Sarolangun itu berasal dari  hutan adat yang terhubung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat  di Kecamatan Jangkat, Merangin.

Selain Taman Nasional Kerinci Seblat,  Taman Nasional Berbak Sembilang, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang menjadi kantong harimau juga rawan perburuan.

Muhammad Zainuddin, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Wilayah I Jambi di Bangko, tidak menampik jika masih ditemukan jerat harimau di dalam kawasan TNKS. Namun tiga tahun terakhir agak menurun, setelah  patroli rimba dan sapu jerat rutin.

“Bisa kita bisa menemukan 6-10 jerat, sekarang sudah kurang. Yang namanya orang maling, sudah kita bersihkan nanti muncul (jerat) lagi.”

Habitat tergerus

Alih fungsi hutan tak terkendali menggerus habitat harimau, termasuk di TNKS. Lebih dari 127.000 hektar hutan di TNKS digulung jadi ladang sayur, kebun kopi dan kulit kayu manis.

“Kalau ada bukaan baru, itu sangat mengancam untuk kawasan dan satwa kunci,” kata Zainuddin.

Izin konsesi skala besar juga membabat habis kawasan hutan produksi, dan memaksa harimau keluar dari habitatnya. “Karena pakan harimau di hutan mulai jarang, akhirnya harimau keluar menuju perkebunan dan pemukiman, berburu ternak masyarakat,” kata Sulih.

Konflik muncul setelah banyak ternak dimangsa harimau sepeti di Merangin. Hampir dua bulan lalu,  warga Desa Nalo Gedang, Kecamatan Nalo Tantan, Merangin, diteror harimau. Sebelas kambing dan dua sapi mati jadi mangsa.

BKSDA Jambi mengkonfirmasi, berhasil menangkap harimau yang meneror warga Nalo Gedang ini. Seekor harimau dewasa seberat 110 kg dan panjang 2,17 meter dengan umur  sekitar 8-10 tahun.

Meski demikian,  warga Nalo Gedang masih belum tenang. Mereka melaporkan ada harimau lain yang masih berkeliaran dekat perkampungan.

Konflik harimau dengan warga Nalo Gedang terjadi di perkebunan warga, sekitar satu kilometer dari hutan produksi dan 20 km dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Berdasarkan riset Auriga dari berbagai sumber, sejak tahun 2020-2022 tercatat ada 190 kasus konflik harimau dan manusia di seluruh Sumatera. Paling banyak terjadi di Aceh dengan 128 kasus, Sumatera Utara 28 kasus, Riau 11,  Bengkulu (8), dan Jambi (6).

Saat konflik, harimau akan diburu. “Akhirnya masyarakat ikut berburu, karena nilai ekonominya tinggi,” kata Sulih.

Maraknya perburuan dan hilangnya habitat membuat kehidupan harimau di ambang kepunahan. Sejak 1996,  harimau Sumatera masuk sebagai satwa sangat terancam kepunahan (critically endangered) karena populasi terus menyusut.

“Ini status hanya selangkah di bawah status punah di alam,” kata Sunarto, Research Associate, I-SER Universitas Indonesia.

Menurut dia, tanpa upaya pemulihan sistematis dan sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin harimau Sumatera akan lenyap dalam beberapa tahun ke depan.

“Tanda-tanda kepunahan harimau sudah terlihat, terutama di kawasan-kawasan yang menyempit,” katanya.

 

#Konservasi

Index

Berita Lainnya

Index