ANASLID.com, Jateng - Seorang delegasi dari Kuantan, Malaysia, Norkamawati Kamal, tampak takjub saat memasuki kawasan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Gunung Tugel di Desa Kedungrandu, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Jawa Tengah, pada Rabu (13/9/2023) lalu.

Dia terlihat memotret dan mencatat proses pengolahan sampah yang berada di TPST setempat. Mulai dari sampah datang dengan truk, kemudian masuk ke mesin conveyor. Kemudian ada proses lanjutan setelah terpisah antara organik dan anorganik. Untuk pupuk organik menjadi bubur sampah yang digunakan sebagai media budi daya maggot. Sedangkan plastik dicacah menjadi refuse derived fuel (RDF) yang menjadi bahan bakar pengganti batu bara di pabrik semen.

Ia kagum karena ada proses pengolahan dari sampah yang sebelumnya dibuang begitu saja menjadi sesuatu yang bernilai. “Sampah di sini diolah dan kemudian mempunyai value baru, sehingga sampah tidak lagi mencemari lingkungan,” ujarnya.

Dia mengatakan dari pengalaman di Purwokerto, maka negaranya bisa mengaplikasikan sistem pengolahan sampah serupa. Namun, perlu didukung dengan framework yang bagus dan dukungan dari pemerintah.

Sementara Deputy Mayor dari Nakon Shawan Thailand, Jaturawit Nirohthanarat mengaku tertarik dengan pengelolaan sampah yang telah dipraktikkan oleh Banyumas. “Sangat menarik melihat pengelolaan sampah di Banyumas,”ujarnya.

Keduanya merupakan peserta City Window Series (CWS) II di Banyumas. Banyumas menjadi tuan rumah CWS II karena kabupaten ini terpilih mengikuti Program Smart Green ASEAN Cities (SGAC)-United Nations Capital Development Fund (UNCDF).

 

Rombongan delegasi peserta City Window Series II di Banyumas berkunjung ke TPST Kedungrandu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sementara Penasihat Senior Program SGAC-UNCDF Fakri Karim mengatakan para peserta dari ASEAN yang tengah mengikuti CWS II sengaja dibawa ke TPST Kedungrandu dan tempat pembuangan akhir berbasis lingkungan dan edukasi (TPA BLE). “Dalam CWS II ini, dihadiri delegasi dari 13 kota se-ASEAN. Pertemuan tersebut menjadi ajang berdiskusi dan bertukar pengalaman sambil belajar dari keberhasilan Banyumas dalam mengelola sampah,” katanya.

Para peserta delegasi sangat antusias saat melihat pengelolaan sampah yang ada di Banyumas. “Mudah-mudahan saja hal yang bisa direplikasi di negara-negara lain, di kota-kota lain yang sistemnya belum seperti ini. Kami dari pihak UNCDF, selain memfasilitasi kapasitasnya, juga membantu kota untuk mendapat pembiayaan pembangunan selain biaya pemerintah,” ujarnya.

 

Level ASEAN

Dalam kesempatan pertemuan CWS II, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menyatakan bahwa masuknya Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas dalam program SGAC-UNCDF telah melalui proses asesmen panjang. Pemerintah mengusulkan beberapa kota untuk mengikuti program tersebut. “Saya mengapresiasi karena Kota Purwokerto terpilih dalam program ini,”katanya.

Banyumas, lanjutnya, telah melakukan berbagai upaya dalam pengelolaan sampah dan saat sekarang hampir zero waste to landfill. Padahal, dari informasi yang diterimanya, Banyumas pernah mengalami krisis sampah ketika TPA ditutup. Setiap harinya sampah yang dihasilkan mencapai 450 ton.

“Makanya pertemuan di Banyumas ini penting, karena dapat menjadi lesson learned bagi pengelolaan sampah di Indonesia dan penting juga untuk ASEAN,” katanya.

 

Bupati Banyumas Achmad Husein menerangkan kepada para tamu peserta peserta City Window Series tentang pengolahan sampah di TPST Kedungrandu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Terpilihnya Banyumas dalam program SGAC, bukti bahwa penanganan sampah di Banyumas sudah masuk level ASEAN. “Dengan terpilihnya Purwokerto, Banyumas sebagai kota yang ikut program SGAC, artinya penanganan sampahnya telah masuk level ASEAN,” ujarnya.

Tak hanya itu, Novrizal menambahkan penanganan sampah di Banyumas merupakan bagian penting dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. “Sebagaimana diketahui, adanya Paris Agreement itu mewajibkan semua negara menurunkan emisi gas rumah kaca,”ujarnya.

Menurutnya, ada lima sektor yang ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca, yakni sektor energi, hutan, pertanian, perindustrian dan limbah. Tahun 2022 lalu, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk meningkatkan penurunan dari sektor limbah. “Kita harus menurunkan 40 juta (ton) CO2 ekuivalen tahun 2030,” paparnya.

Dengan adanya pengelolaan sampah, Banyumas telah ikut serta dalam menurunkan gas rumah kaca yang sangat signifikan. Sebab, Banyumas tidak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) lagi. Kalau masih ada landfill maka sampah bakal berpotensi menyumbang emisi gas metana dari sampah. Padahal, gas metana itu emisinya tinggi, mencapai 28 kali lipat dari CO2.

Dengan adanya target pengurangan gas rumah kaca pada 2030 dan target nol emisi karbon pada 2060, ada beberapa kebijakan besar yang akan dilakukan pemerintah. “Dalam konteks penanganan sampah, tentu less landfill atau zero waste to landfill. Ini terus didorong, karena sumber emisi gas metana berasal dari sampah yang ada di landfill, “katanya.

Di sisi lain Novrizal juga mengatakan bahwa sampah plastik telah diubah menjadi RDF. “RDF inilah yang kemudian menjadi bahan bakar pabrik semen. RDF mampu menjadi pengganti batu bara. Dengan demikian, penggunaan RDF bisa untuk menurunkan emisi,”ujarnya.

 

Pemilahan sampah di salah satu TPST di Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Program Manager SGAC-UNCDF Chencho G Dorjee mengaku kagum terhadap Pemerintah Kabupaten Banyumas yang telah berhasil dalam pengelolaan sampah.”Banyumas saat ini menjadi yang terkemuka dalam pengelolaan sampah,”katanya.

Banyumas terpilih sebagai tuan rumah CWS II karena dianggap telah mampu menjadi yang terdepan dalam penanganan sampah. “Kami terkesan dengan bagaimana tim dari Banyumas berhasil mengelola sampah dan mengubahnya menjadi sumber penghasilan,”jelas dia.

Sementara Bupati Banyumas Achmad Husein menyatakan optimistis bahwa penanganan sampah yang melibatkan masyarakat luas dapat direplikasi di negara lain. Delegasi berbagai negara dalam CWS II diajak untuk melihat langsung salah satunya di TPST Kedungrandu. “Saya optimis, penanganan sampah di Banyumas dapat menjadi pelajaran negara-negara lainnya. Kita membawa mereka untuk ke TPST sebagai bukti nyata penanganan sampah di Banyumas,”katanya.

Bupati mengatakan delegasi dari 13 kota se-ASEAN datang ke Banyumas, ia mengatakan hal tersebut disebabkan persoalan sampah di Banyumas dapat selesai tanpa adanya landfill atau TPA. Sebab, sampah yang ada di 13 kota di ASEAN, baru terkelola rata-rata 20 persen dan sisanya masuk TPA. “Sementara untuk Banyumas, sudah 98 persen yang diolah dan sisanya masuk TPA,” ujarnya.

Meski demikian, Bupati mengatakan masih ada kelemahan dalam sistem pengelolaan sampah. Tetapi, lanjutnya, kekurangan-kekurangan itu bisa diperbaiki.

“Ada beberapa hal yang perlu perbaikan. Yakni perbaikan sistem dan manajemen, pengontrolan, serta masih banyak masyarakat membuang sampah sembarangan. Kita sudah berusaha mengelola sampah tapi masih banyak orang yang buang sampah ke sungai. Karena tidak mau bayar ke KSM sebagai pengelola sampah, masih ada yang buang sampah di pinggir jalan. Ini yang harus diperbaiki ke depannya,”tambahnya.

Kelemahan lain, kata Bupati, adalah masih kurangnya koordinasi 29 KSM yang ada di Banyumas. Ke depannya, perlu terus diadakan rapat koordinasi sehingga antar-KSM bisa saling bersinergi.

#Perubahan Iklim

Index

Berita Lainnya

Index