Petani Kopi di Pesisir Jambi Hadapi Perubahan Iklim

Petani Kopi di Pesisir Jambi Hadapi Perubahan Iklim
Kopi liberika. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

Banjir rob, abrasi  hingga intrusi air laut melibas kebun-kebun maupun lahan pertanian mulai dihadapi masyarakat pesisir di Indonesia, termasuk Jambi. Para petani kopi liberika di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, misal, hadapi banjir rob sampai intrusi air laut. Kalau sudah terkena air laut, tanaman kopi pun terancam mati. Para petani terdampak perubahan iklim.

“Kopi adalah tanaman paling rentan terhadap intrusi air laut,” kata Nurul Amin, petani kopi liberika di Desa Sungai Beras, Kecamatan Mendahara Ulu,  Tanjung Jabung Timur.

Amin menceritakan kondisi tanaman kopinya ketika intrusi air laut sampai ke kebunnya pada 2019. “Hanya dalam dua hari, tanaman kopi langsung layu dan daun mulai berguguran” katanya.

Kebun kopi liberika Amin sama seperti perkebunan di daerah rawa dan gambut, memiliki kanal–kanal kecil.

Pembuatan kanal untuk mengeringkan air dalam tanah agar dapat ditanami. Umumnya perkebunan di lahan gambut punya dua tipe kanal, yaitu, kanal induk dan kanal cacing.

Kanal induk selebar 3-4 meter, sedang kanal cacing dengan lebar 1-2 meter dengan kedalaman rata-rata 1,5-2 meter.

Pada 2019,  Jambi alami kemarau panjang selama tiga bulan. Kebun kopi liberika Amin turut terkena dampak kekeringan.

Kanal di kebun mulai mengering. Karena kanal terhubung langsung dengan sungai dia memutuskan membuka pintu air. Saat itu, debit air sungai masih cukup tinggi.

Hanya dalam dua hari setelah air masuk, tanaman kopi mendadak layu. “Garam yang terkandung dalam air sungai akibat intrusi air laut menyebabkan tanaman kopi layu dan mati” kata Amin.

Tidak hanya kopi yang terkena dampak, tanaman lain seperti cempedak juga layu.

Intrusi air laut ini biasa ditandai perubahan warna air dalam kanal, biasa coklat pekat jadi agak bening, rumput-rumput yang biasa tumbuh di pinggir kanal akan layu dan mati.

“Pada 2019 itu kemarau cukup panjang, warna air di kanal berubah jadi berwarna bening kehijauan dan terasa asin” kata Amin.

Kejadian seperti ini jadi makin sering terjadi dampak perubahan iklim hingga berdampak pada pertanian. Kondisi ini menyulitkan para petani yang menggantungkan mata pencaharian pada tanaman seperti kopi liberika.

Dampak seperti kenaikan permukaan air laut, peningkatan curah hujan, dan banjir rob menyebabkan masalah besar bagi perkebunan pesisir.

Amin bilang,  intrusi air laut ini terjadi selama bertahun-tahun tetapi kebanyakan petani tidak menyadari. “Para petani biasa bilang musim mancing udang ketika air laut mulai naik,” katanya.

Mereka tidak menyadari air pasang ini juga berarti air laut masuk ke sungai dan kanal mereka.

“Kebetulan kebun saya dekat dengan sungai hingga air dari kanal dapat langsung dibuang ke sungai,” kata Amin.

 

kebun kopi liberika di petani dalam kebun campur. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Ketika mulai menggarap kebun pada 2018, dia membuat tinggi kanal sama dengan sungai namun ayahnya memberi tahu bagaimana membangun kanal lebih efektif.  Caranya, membangun kanal lebih tinggi dari sungai agar air dari sana dapat mengalir lebih lancar ke sungai.

“Banyak petani kelapa yang berinisiatif menguruk tanah agar kebun mereka tidak mudah terendam banjir,” kata Amin.

Untuk melakukan ini,  katanya,perlu biaya cukup besar. Amin pun memutar otak demi mengatasi masalah intrusi air laut ini.

Setelah kejadian 2019,  Amin melakukan observasi untuk mengurangi dampak intrusi air laut di kebunnya. Dia mengamati dan melihat kalau air masuk secara berangsur ke kanal,  kopi liberika dan tanaman lain tak layu atau mati.

“Sepertinya tanaman dapat beradaptasi jika air masuk berangsur-angsur,” kata Amin.

Ario Munanda, petani kopi liberika di Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat alami persoalan serupa Amin. Dengan tata kelola lahan dan air, dia mulai bisa mengatasi berbagai ancaman  seperti banjir rob sampai intrusi air laut.

Pada 2017,  dia mulai menanam kopi liberika di lahan seluas 18 hektar dari luas lahan lebih 40 hektar. Di lahan, juga sela dengan tanaman lain seperti pinang dan lain-lain.  Lahan ini milik pengusaha di kabupaten itu. Ario sebagai pengelola. Hasil panen kopi liberika di kebun ini mencapai empat ton buah kopi per tahun.

“Akhir 2022 lahan ini menghasilkan kopi liberika 1,5 ton” katanya.

Dia juga proses pasca panen sendiri. Setelah melalui proses sortir 1,5 ton buah kopi Ario hasilkan 130 kilogram biji kopi. Untuk satu kilogram gabah kopi dia jual Rp30.000.

Meskipun buah kopi liberika berukuran besar, katanya, di dalam berukuran kecil hingga satu kilogram biji kopi perlu sekitar 10-13 kilogram buah.

Lahan kelola Ario ini milik pengusaha yang membeli tanah dari dengan harga murah karena selalu tergenang banjir.  Kalau musim kemarau rawan kebakaran.

Pada 2015,  pengusaha ini berinisiatif menguruk dan meninggikan lahan serta membuat sistem tata air dengan membuat kanal-kanal dan menyediakan mesin penyedot kalau kelebihan air.

Selain membangun tanggul dia juga membantu para petani sekitar untuk membangun tanggul dan membentuk koperasi.

Koperasi Areca Sejahtera Bersama berdiri pada 2020. “Saat ini, beranggotakan 30 orang,” kata Ame Ahmad, Ketua Koperasi.

Sekarang,  anggota koperasi dapat mengelola lahan tanpa khawatir banjir, intrusi air laut atau kebakaran lahan.

“Pembangunan tanggul dua kali karena tanggul awal kurang tinggi hingga lahan masih terkena banjir,” kata Ame.

Ame mengatakan,  di sekitar lahan koperasi banyak lahan terbengkalai karena pemilik tidak memiliki biaya untuk membangun tanggul mengatasi banjir.

“Saya mendengar ada program bantuan pembuatan sistem tata air dari pemerintah namun petani tidak ada yang mengajukan permintaan karena proses administrasi rumit serta harus berkelompok” katanya.

 

Pembangunan tata air mikro Sungai Sayang.Foto: Disbun Jambi

 

Dampak perubahan iklim

Banjir rob sampai intrusi air laut seperti dialami Amin, Ario, maupun anggota Koperasi Areca Sejahtera Bersama juga dialami para petani pesisir lain di Tanjung Jabung Timur dan Barat.

KKI-Warsi, lembaga non pemerintah yang bekerja untuk pelestarian lingkungan di Jambi memprediksi pada 2100 sekitar 197 desa terdampak kenaikan muka air laut di pesisir Jambi.

“Jika, prediksi berdasarkan data dari Climate Central terjadi maka kehidupan masyarakat di tiga kabupaten di Jambi akan terdampak,” kata Rudi Syaf, Manajer Komunikasi KKI-Warsi.

Dia mengatakan, kalau kenaikan rata-rata air laut akibat es  mencair di Antartika adalah lima meter maka tiga kabupaten di kawasan pesisir Jambi, yakni, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi,  akan terdampak.

Berdasarkan data dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), NASA (The National Aeronautics and Space Administration) memvisualisasikan, pada 2100 kenaikan muka air laut akan mencapai 0,6-1,1 meter. Ada perbedaan cukup signifikan dibandingkan prediksi Climate Central.

Dilansir dari laman Climate Central, perbedaan ini terjadi karena kajian mereka menggunakan CoastalDEM. Ia sebuah analisis model elevasi digital daerah pesisir yang memiliki akurasi tinggi. Model ini mengurangi potensi ketidakakuratan Nasadem, model elevasi digital NASA.

Rudi contohkan,  DAS (daerah aliran sungai) Mandahara di Tanjung Jabung Timur yang langsung dengan Laut Natuna.

“DAS Mendahara bukan sungai panjang hingga debit air tidak akan mampu menahan desakan air laut,” kata Rudi.

Salah satu faktor yang dapat menahan air adalah hutan mangrove di pesisir. “Jika kondisi hutan mangrove di kawasan pesisir masih bagus,  dampak intrusi air laut ini akan dapat diminimalisir,” katanya.

Misriadi, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)  Kabupaten Tanjung Jabung Barat, saat ini kondisi hutan mangrove pesisir tidak terlalu baik.

“Perlu dilakukan pengayaan tanaman karena banyak yang terdegradasi,” katanya.

Data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) luas hutan mangrove di pesisir timur Jambi sekitar 12.236 hektar.

Merujuk kajian kerapatan mangrove dan perubahan garis pantai di wilayah pesisir Jambi dari 1989-2018,  terjadi perubahan kerapatan mangrove.

Pada 1989, terdapat 7.442,39 hektar mangrove dengan kerapatan tinggi di pesisir Jambi, namun pada 2018 berkurang jadi 3.275,079 hektar atau berkurang hampir 60%.

ANALISD.com, Jambi - Perubahan signifikan ini, katanya,  terutama karena konversi lahan jadi perkebunan dan eksploitasi masyarakat untuk tujuan ekonomi.

KPHP Tanjung Jabung Barat saat ini giat menanam namun tidak bisa maksimal karena mangrove berada di luar wewenang KPHP.

Kalau berada di luar wewenang, KPHP tetap mengimbau masyarakat tetap menjaga mangrove mereka.

Menurut Misriadi, penanaman mangrove ini sudah berlangsung sejak 2002. “Dilakukan berbagai pihak termasuk perusahaan swasta dan universitas.”

Data KPHP Tanjung Jabung Barat sejak 2002-2021 hampir 100 hektar hutan mangrove direboisasi.

 

Kopi liberika. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Ancaman utama yang dihadapi hutan mangrove di kawasan ini adalah alih fungsi lahan. “Rata-rata mangrove di kawasan ini berubah menjadi kebun kelapa dalam namun ada juga beberapa kawasan yang hanya diambil kayu saja,” kata Misriadi.

Merujuk data BRGM seluas 994 hektar hutan mangrove Jambi menjadi lahan terbuka, terabrasi, kawasan tambak dan tanah timbul.

Intrusi air laut diikuti curah hujan tinggi memperburuk kondisi dua kabupaten di pesisir Jambi ini. Daerah ini, jadi langganan banjir bahkan terdapat beberapa yang tergenang hingga berbulan-bulan.

Sistem tata air di lahan gambut, rawa, dan pesisir sangatlah penting. Menurut Wetlands, ada dua jenis sistem air:

Sistem tata air makro beroperasi di area luas untuk mengendalikan air di setiap musim, berarti mencegah banjir di musim hujan dan kekeringan di kemarau. Sementara sistem tata air mikro di area lebih kecil, seperti lahan pertanian.

Sistem air makro berukuran besar, sistem ini biasa dibangun pemerintah atau perusahaan swasta.

Suepri, Kepala Seksi Pengelolaan Lahan dan Air Dinas Perkebunan Jambi mengatakan, ada program bantuan pemerintah untuk membangun sistem tata air mikro.

“Untuk mengatasi permasalahan pasang surut di daerah pesisir,” katanya.

Pada 2019, pembangunan tata air mikro di Desa Sayang, Kecamatan Sadu Raya, Tanjung Jabung Timur. “Ada dua kelompok tani mendapat bantuan yaitu Kelompok Tani Gadis Remaja dan Adil Makmur.”

Program ini, katanya,  berakhir pada 2020 di tingkat provinsi namun masih jalan di Tanjung Jabung Barat dan Timur karena alokasi anggaran pemerintah pusat langsung ke kabupaten.

Ardani, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Tanjung Jabung Timur membenarkan program ini. “Tahun ini rencana pembangunan di Kecamatan Nipah Panjang dan Mendahara Ulu.”

 

p[Proses penjemuran kopi liberika. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia

 

Masa depan kopi liberika

Sebuah penelitian tentang kemunculan kembali kopi liberika oleh Aaron P. Davis yang terbit 2022, menyatakan, kopi liberika merupakan spesies yang mendapat perhatian dan fokus lebih besar. Ini terlihat dari makin banyak artikel populer sejak 2018. Ketersediaan ritel pun makin meningkat terutama melalui internet, dan adopsi petani di Afrika dan Asia.

Penelitian ini juga menyebutkan peningkatan minat terhadap liberika ini seiring kerentanan varietas arabica dan robusta terhadap peningkatan suhu akibat perubahan iklim. Kondisi ini menyebabkan penurunan produksi yang mengakibatkan harga kopi di pasar dunia melonjak.

Pada penelitian Christian Bunn dkk. yang dipublikasikan pada 2014, disebutkan akibat suhu bumi makin panas produktivitas kopi akan menurun. Dampak jangka panjang dari peningkatan suhu ini adalah makin sedikit lahan dapat ditanami kopi arabika dan robusta.

Sementara karakteristik kopi liberika lebih tahan terhadap suhu yang hangat. Berdasarkan penelitian ini Davis menyebutkan, untuk sampai pada tahap ini ada banyak faktor yang harus diperbaiki terlebih dahulu seperti meningkatkan minat terhadap liberika baik dari petani maupun konsumen serta perbaikan proses pasca panen.

Di tingkat petani kopi liberika, katanya,  perbaikan proses pasca panen seperti penjemuran buah kopi dengan tempat memadai.

“Banyak petani kopi masih belum mampu menerapkan proses pasca panen yang baik ditambah lagi dengan curah hujan yang tinggi,” kata Ario.

Pembangunan infrastruktur seperti rak jemur dan lantai jemur biji kopi yang memadai perlu biaya cukup besar karena tidak semua petani mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Dengan begitu, katanya,  untuk menerapkan proses pasca panen yang baik secara konsisten jadi tantangan berat bagi petani kopi.

Adi Taroepradjeka, penguji cita rasa kopi (Q grader), pengajar sekaligus pemilik Akademi Kopi 5758 mengatakan, kopi liberika memiliki peluang bersaing dengan kopi arabika dan robusta.

“Pada acara World of Coffee di Milan pada 2022,  kami menyajikan kopi liberika dan para pengunjung antusias mencobanya” kata Adi.

 

Bangun tata air mikro Sungai Sayang. Foto: Disbun Jambi

 

Menurut dia, masih banyak pengunjung tak tahu tentang kopi liberika karena jumlah masih sedikit. “Perbaikan proses pasca panen dan perawatan tanaman seperti pemberian pupuk harus ditingkatkan agar produksi kopi liberika meningkat” katanya.

Penurunan produksi dan meningkatnya serangan organisme pengganggu tumbuhan, katanya, merupakan dampak utama perubahan iklim.

Dini Astika Sari, Kepala Pusat Penelitian Kopi dan Kakao mengatakan, mengatasi ini harus budidaya sesuai dengan proses praktik perkebunan yang baik (good agricultural practices) seperti pemupukan, pengendalian, pembuatan parit drainase, pemangkasan serta pengolahan yang baik dan benar.

Pusat penelitiannya, tengah melakukan penelitian untuk memperbaiki varietas kopi liberika dengan seleksi pohon-pohon yang memiliki ukuran biji seragam serta mutu spesialti.

Berbagai upaya mulai dilakukan para pihak, termasuk lembaga penelitian.  Meski begitu Amin berharap,  pemerintah dapat memberikan bantuan lebih spesifik seperti peningkatan kapasitas petani kopi.

Menurut dia, banyak hal harus dipelajari oleh petani kopi agar dapat menghasilkan mutu berkualitas.

“Alangkah baiknya jika peningkatan kapasitas bukan hanya pelatihan tapi ada sekolah khusus untuk petani kopi” kata Amin.

 

***

*Artikel ini dengan dukungan dari Internews’ Earth Journalism Network.

Berita Lainnya

Index