Tutupan Hutan Rawa Singkil Berkurang Setiap Tahun

Tutupan Hutan Rawa Singkil Berkurang Setiap Tahun
Rawa Singkil merupakan hutan gambut yang menjadi bagian Kawasan Ekosistem Leuser. Foto drone: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

ANALISD.com, Aceh - Ancaman kerusakan hutan gambut Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, terus terjadi.

Hasil pemantauan yang dilakukan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA], dari Januari sampai Mei 2023, luas tutupan hutan yang berubah fungsi mencapai 306 hektar.

Manager Geographic Information System [GIS] Yayasan HAkA, Lukmanul Hakim mengatakan, aktivitas pembukaan hutan alam di Rawa Singkil yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] tetap berlangsung.

“Luas tutupan hutan yang paling banyak hilang berada di Aceh Selatan mencapai 290 hektar. Sementara di Subulussalam sekitar 16 hektar,” ujarnya Kamis, [6/7/2023].

Berdasarkan perhitungan dan analisis HAkA, berkurangnya tutupan hutan di SM Rawa Singkil terus terjadi setiap tahun.

“Pada 2019 [28 hektar], 2020 [43 hektar], 2021 [165 hektar], dan 2022 seluas 716 hektar,” jelas Lukman.

Terkait kerusakan yang terjadi di Rawa Singkil, Kepala Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Subhan mengatakan, masalah di kawasan hutan konservasi tersebut harus diselesaikan secara komprehensif.

“Harus dilihat secara menyeluruh, tidak bisa hanya penegakkan hukum,” ujarnya singkat, Jumat [7/7/2023].

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Nomor: SK 6616/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Aceh, luas Suaka Margasatwa [SM] Rawa Singkil mencapai 82.188 hektar.

Rinciannya, Kabupaten Aceh Selatan [58.112 hektar] tersebar di Kecamatan Trumon, Trumon Tengah dan Kecamatan Trumon Timur. Di Kabupaten Aceh Singkil [20.867 hektar], tersebar di Kecamatan Kuala Baru, Singkil, dan Kota Baharu. Sementara di Kota Subulussalam [3.206 hektar] berada di Kecamatan Rundeng dan Longkib.

Persoalan sawit ilegal

Gemma Tillack, Direktur Kebijakan Hutan Rainforest Action Network [RAN], melalui keterangan tertulisnya mengatakan, sawit yang ditanam di SM Rawa Singkil dijual kepada perusahaan yang memasok minyak sawit untuk merek-merek besar seperti Procter & Gamble dan Cofco melalui perusahaan dagang minyak sawit, Wilmar International.

“Cofco menjadi salah satu perusahaan agribisnis baru yang terkait dengan perusakan ibu kota orangutan dunia di Kawasan Ekosistem Leuser itu. Cofco telah gagal menanggapi ‘Skandal Bom Karbon’ secara terbuka dan berkomitmen untuk ikut berinvestasi dalam tindakan kolektif memantau dan melindungi SM Rawa Singkil dari kehancuran lebih lanjut,” ungkapnya, Rabu [5/7/2023].

Rainforest Action Network merilis bukti bahwa PT. Samudera Sawit Nabati [SSN] yang diidentifikasi sebagai pabrik yang menerima minyak sawit dari tempat pengepulan yang sama, berada di desa Ie Meudama yang kebun sawitnya berada dalam SM Rawa Singkil.

“PT. SSN terdaftar sebagai pemasok ke Cofco dalam daftar pabrik tahun 2021. Hasil penelusuran yang kami lakukan membuktikan, struk pembelian menunjukkan bahwa minyak sawit yang diangkut dari kebun di Ie Meudama diantarkan ke pabrik PT. SSN melalui pengepul bernama CV. Mas,” ujar Gemma.

Investigasi lapangan Rainforest Action Network pada 2022 juga menemukan bukti yang menunjukkan sawit yang ditanam secara ilegal di SM Rawa Singkil, disuplai ke rantai pasok perusahaan dagang minyak sawit besar termasuk Wilmar International, Golden Agri Resources, Musim Mas, dan Apical.

“Laporan Skandal Bom Karbon Rainforest Action Network menunjukkan, minyak sawit yang diproduksi di perkebunan ilegal milik Mahmudin itu diangkut ke pengepulan setempat dan dijual ke dua pabrik sawit terdekat, PT. Global Sawit Semesta [GSS] dan PT. Runding Putra Persada [RPP],” katanya.

  1. GSS terdaftar sebagai pemasok Cofco tahun 2022, sedangkan PT. RPP sebagai pemasok Cofco tahun 2021.

“Awalnya, temuan Rainforest Action Network dibantah oleh berbagai pihak, tapi setelah melakukan investigasi lapangan sendiri, Wilmar, Golden Agri Resources, dan Musim Mas akhirnya memastikan bahwa temuan kami akurat. Mahmudin telah membangun perkebunan ilegal di dalam Suaka Margasatwa Rawa Singkil, selain perkebunannya yang berada di luar kawasan lindung,” papar Gemma.

Hingga saat ini, kebun sawit ilegal milik Mahmudin masih beroperasi di hutan gambut dilindungi itu, meskipun sejumlah perusahaan pemasok telah berkomitmen untuk memastikan kebun tersebut dikembalikan ke pihak berwenang.

“Tidak ada bukti pengembalian tanah berupa surat serah terima dan tanda terima pelepasan tanah, sebagai syarat terikat kesepakatan antara perusahaan dagang minyak sawit dengan pemasoknya,” tutupnya.

 

Artikel yang diterbitkan oleh Rahmadi R

#Hutan

Index

Berita Lainnya

Index