ANALISD.com, Jakarta - Rekor suhu terpanas di dunia berpotensi pecah pada 2023. Penyebabnya adalah fenomena El Nino yang diperkirakan terjadi pada tahun ini. 
"Oleh karenanya, bisa adi ada rekor baru yang terjadi pada 2023 atau 2024," kata Fisikawan Iklim, Alfred Wegener Institute for Polar and Marine Research, Helge Goessling seperti dikutip dari Financial Times.

"Sebagian besar wilayah Asia Tenggara, India, China, Australia dan Utara serta Selatan Amerika... mungkin terdampak El Nino, dengan tren menuju gelombang panas dan peningkatan pencairan gletser," kata dia menambahkan. Pernyataan Helga didukung oleh Ilmuwan Copernicus Climate Change Service Uni Eropa, Carlo Buontempo. Hanya saja, ia mengaku belum bisa memprediksi kedatangan El Nino."Apakah ini akan terjadi pada tahun 2023 atau 2024 belum diketahui, tetapi, menurut saya, lebih mungkin terjadi daripada tidak," ujar dia, dikutip dari Reuters, Kamis (20/4).


Pada April ini, sejumlah negara di Benua Asia mengalami peningkatan temperatur yang cukup tajam. Di Myanmar, temperatur bisa mencapai 45 derajat, sementara di India 44,5 derajat dan 41,9 derajat di China. Di Laos dan Thailand, peningkatan suhu bahkan hingga memecahkan rekor yang ada. Selain itu, paling tidak 13 orang dilaporkan meninggal dunia akibat gelombang panas di Mumbai, India. Suhu kota Kumarkhali di Bangladesh bahkan mencapai 51,2 derajat celsius. Hingga saat ini, rekor suhu terpanas di Asia masih dipegang kota Mitribah di Kuwait yakni 54 derajat celsius, yang terjadi pada 21 Juli 2016.

Sejarawan cuaca, Maximilliano Herrera mengungkapkan, peningkatan suhu itu menjadikan "gelombang panas April terburuk dalam sejarah Asia," Herrera mencatat, suhu panas juga terjadi di Amerika Selatan, sementara Jepang mengalami "panas yang luar biasa."

Dikutip dari situs Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat, El Nino terjadi karena pemanasan Suhu Muka Air Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan ini menyebabkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah sehingga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. "Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum," demikian keterangan BMKG NTB.

Sementara, kebalikan El Nino adalah fenomena La Nina. Itu terjadi saat SML di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normal.Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum. Friederike Otto, dosen senior di Grantham Institute pada Imperial College London, menyebut suhu yang dipicu El Nino dapat memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah dialami sejumlah negara, termasuk gelombang panas yang parah, kekeringan, dan kebakaran hutan.

Percepatan masa kemarau yang dipicu oleh El Nino ini dapat menyebabkan cuaca ekstrem akibat fase transisi yang tidak wajar.

"Jika El Nino terus berkembang, ada kemungkinan besar 2023 akan lebih panas ketimbang 2016 - mengingat dunia terus menghangat karena manusia yang terus membakar bahan bakar fosil," cetusnya.

Sebelumnya, para pakar mewanti-wanti soal pemanasan global akibat penggunaan bahan bakar fosil berlebih, seperti BBM dan batu bara, hingga penggunaan gas-gas perusak ozon.

 

Berita Lainnya

Index