Dari orangutan kita kembali berutang pengetahuan. Siapa menyana, suara sederhana yang dihasilkan orangutan mengungkap hal pelik yang telah menjadi kajian panjang para peneliti. Yaitu bagaimana leluhur manusia mulai berbicara.

Coba ucapkan huruf vokal ini: a, i, u, e, o. Darimana sumber suara pengucapan vokal ini berasal? Ilmuwan menjelaskan, suara tersebut dihasilkan dari pangkal tenggorokan yang disebut laring. Di sana ada pita suara yang diaktifkan lewat aliran udara yang dinamis dari dalam.

Lalu ucapkan huruf konsonan, misalnya ini: g, k, p, r, s. Suara pengucapan konsonan tersebut terutama dipengaruhi aktivasi tenggorokan, langit-langit mulut, lidah, bibir, dan rahang yang kemudian disebut supralaring.

“Manusia menggunakan bibir, lidah, dan rahang untuk membuat bunyi konsonan yang tak bersuara, sementara mengaktifkan pita suara di laring dengan udara yang diembuskan untuk membuat bunyi tersebut bersuara, bunyi vokal terbuka,” kata Andriano Lameira, pakar Psikologi di Universitas Warwick, Inggris, seperti dikutip dari Sciencedaily.

“Orangutan juga mampu menghasilkan kedua jenis suara–dan keduanya bisa diucapkan secara berkeseninambungan (Red: bifonik).”

Lameira bersama Madeleine E. Hardus, seorang peneliti independen, menuliskan hasil penelitiannya di jurnal PNAS Nexus, pada Juni lalu. Mereka menuliskannya dengan judul “Wild orangutans can simultaneously use two independent vocal sound sources similarly to songbirds and human beatboxers”.

 

Seekor orangutan dewasa. Foto : Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

“Manusia jarang menghasilkan suara dan bunyi yang tak bersuara secara simultan. Kecuali dalam beatboxing, pertunjukkan keterampilan vokal yang meniru ketukan yang kompleks dari musik hip hop,” kata peneliti itu.

“Tetapi fakta bahwa manusia secara anatomi mampu melakukan beatbox, menimbukan pertanyaan tentang dari mana kemampuan itu berasal. Kita tahu sekarang jawabannya mungkin terletak pada evolusi nenek moyang kita.”

Menurut mereka, kemampuan mengontrol vokal seperti yang ditemukan pada kera besar dalam hal ini orangutan selama ini kerap diabaikan. Penelitian lebih banyak memberi perhatian soal kemampuan ini pada burung. Padahal secara morfologi, burung berbeda dengan manusia.

“Menghasilkan dua suara, persis seperti cara burung menghasilkan kicauan, mirip dengan bahasa yang diucapkan. Namun anatomi burung tidak memiliki kemiripan dengan kita sehingga sulit membuat kaitan antara kicauan burung dengan bahasa lisan manusia,” kata Hardus, seperti dikutip dari Sciencedaily.

Orangutan Kalimantan dan Sumatera

Untuk sampai kepada kesimpulannya, peneliti mengamati suara orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) jantan di Tuanan, Kalimantan Tengah. Selama Selama 2.510 jam pengamatan, mereka mencatat ada 30 suara kunyahan dan 111 gerutuan. Selain itu mereka juga mencatat adanya 16 suara kombinasi kunyahan dan gerutuan. Suara yang dihasilkan merupakan respon ketika ada gangguan dan saat menyiapkan perkelahian.

Di Ketambe, Aceh, peneliti mendapati suara ciuman ditimpali panggilan bersautan sebanyak 293 kejadian. Mereka juga mendapati ada 1.176 suara ciuman, dan 1.158 suara panggilan bersahutan. Di Aceh mereka mengamati orangutan Sumatera (Pongo abeli) betina, yang tercatat dalam 1.287 jam observasi. Suara yang dihasilkan merupakan respon terhadap kehadiran predator.

 

Diagram spektografi dari kombinasi panggilan orangutan bifonik tak bersuara dan bersuara yang dihasilkan oleh orangutan jantan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan betina Sumatera (Pongo abelii). Sumber : Adriano Lameira dan Magdaleine Hardus/PNAS Nexus

 

Hasil pengamatan tersebut bagi mereka mengungkapkan adanya kontrol motorik kompleks yang melibatkan kombinasi dan koartikulasi dua sumber suara pada orangutan liar.

“Berdasarkan nenek moyang yang sama dalam keluarga hominid, penemuan ini menunjukkan bahwa perilaku vokal homolog serupa mungkin ada pada masa lalu, nenek moyang hominid bukan manusia purba yang kini telah punah, dan bahwa kapasitas serupa atau setara kemungkinan besar mendukung evolusi bicara,” kata laporan penelitian itu.

Masih menurut laporan penelitian itu, perilaku bifonik homolog serupa pada manusia, yang melibatkan produksi suara supralaring dan laring yang sinkron, ditemukan dalam beatboxing.

Mengutip Sciencedaily, penelitian baru tersebut memiliki implikasi terhadap pengetahuan tentang kemampuan vokal nenek moyang kita dan evolusi kemampuan bicara manusia, serta keterampilan beatboxing manusia.

“Sekarang kita tahu bahwa kemampuan vokal ini adalah bagian dari repertoar kera besar, kita tidak bisa mengabaikan kaitan evolusinya,” kata Lameira. “Mungkin saja bahasa manusia purba menyerupai sesuatu yang terdengar lebih mirip beatboxing, sebelum evolusi mengatur bahasa menjadi struktur konsonan-vokal yang kita kenal sekarang.” 

#Hutan

Index

Berita Lainnya

Index