Harga Batu Bara Diramal Merosot, Pengusaha: Harga Masih Bagus

Harga Batu Bara Diramal Merosot, Pengusaha: Harga Masih Bagus
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022). (Katadata.co.id)

ANALISD.com, Jakarta - Harga batu bara terus merosot selama enam bulan terakhir. Harga batu bara di Pasar ICE Newcastle pada Senin (15/5) berada di level US$ 176,6 per ton atau turun 8,7% dari harga tertinggi pekan lalu US$ 192,1. 

Penurunan harga ini pun dirasakan oleh pengusaha batu bara di dalam negeri. Meski begitu, pengusaha menilai harga batu bara masih cukup bagus. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan meski harga batu bara merosot, namun harga saat ini masih jauh lebih tinggi dari rerata harga sepuluh tahun terakhir. 

"Harga batu bara diproyeksi masih bagus tahun ini," kata Hendra kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat pada Senin (15/5).

Menurutnya ada beberapa faktor yang memengaruhi fluktuasi harga batu bara, diantaranya pasokan dan permintaan, cuaca, pertumbuhan ekonomi, isu geopolitik dan spekulasi trading. Aspek lainnya termasuk faktor bencana alam, kebijakan pemerintah, harga produk subsitusi hingga masalah rantai pasok. 

Lebih lanjut, kata Hendra, walaupun pelaku usaha telah mengetahui komponen pembentuk harga batu bara global, sulit untuk memprediksi harga batu bara dalam jangka panjang. 

"Jika proyeksi harga sampai akhir tahun sulit untuk memprediksi," ujar Hendra. 

Dia menilai masa depan industri batu bara masih cerah meski pemerintah berencana menutup operasi seluruh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada 2050. Permintaan terhadap batu bara akan terus ada dalam jangka panjang walaupun pada 2050 seluruh PLTU berhenti beroperasi.

Menurut Hendra, batu bara tetap dibutuhkan untuk industri non-kelistrikan, salah satunya untuk operasional smelter. Kebijakan hilirisasi mineral yang terus dipromosikan oleh pemerintah berdampak pada menjamurnya pembangunan smelter di dalam negeri.

Kondisi tersebut dilihat sebagai pasar potensial bagi penjualan batu bara domestik kendati kebutuhan batu bara pada sektor pembangkit listrik menurun seiring komitmen PLN untuk mengurangi bauran energi fosil di sektor kelistrikan. 

"Lihat peningkatan permintaan batu bara terhadap industri non kelistrikan seperti industri smelter. Saat ini gencar membangun smelter nikel, tembaga, bauksit kemudian juga semen juga masih terus mengalami peningkatan, kertas hingga pupuk," kata Hendra dalam Mining Zone CNBC pada Kamis (27/4). 

Selain itu, permintaan batu bara akan terus terawat seiring keputusan pemerintah yang masih mengizinkan pembangungan PLTU batu bara yang terintegrasi dengan industri. Keputusan tersebut tertulis dalam Pasal 3 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Namun di sisi lain, kalau kita lihat permintaan batu bara terhadap industri non-kelistrikan itu trennya terus mengalami peningkatan, karena sejauh ini belum ada substitusi sumber energi yang handal bagi industri non kelistrikan," ujar Hendra.

 

#Energi

Index

Berita Lainnya

Index