ANALISD.com, Padang - Seekor Dugong atau Duyung (Dugong dugon) ditemukan mati terdampar di Perairan Teluk Nibung (jalan raya Padang-Painan), Kota Padang, Rabu (22/11/2023). Saat ditemukan, Dugong dengan panjang 2,3 meter ini sudah mulai membusuk (kode-4) dan mengeluarkan bau menyengat.

Pantauan Mongabay, Dugong seberat sekitar 300 kilogram ini terdampar di pinggir perairan berbatu karang dengan usus yang sudah terburai. Sementara di bagian tepi perairan hanya menyisakan sedikit pasir yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Bagian kiri-kanan perairan banyak terdapat rumah-rumah penduduk serta warung-warung. Berdasarkan penuturan masyarakat sekitar, Dugong tersebut terbawa arus pasang laut pada Senin malam.

Warga setempat, Andi (53) saat ditemui Mongabay di lokasi terdamparnya Dugong, Rabu (22/11/23) mengatakan karena tidak tahan bau busuknya, warga membakar Dugong menggunakan ban bekas hingga asapnya membumbung tinggi.

Saat hari pertama terdamparnya Dugong, Andi sempat menghubungi petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang, namun ia disuruh menghubungi pihak Pemadam Kebakaran.

Sementara pihak BPSPL Padang baru mengetahui kejadian terdampar pada Selasa (21/11/23) malam. “Malam itu juga kawan-kawan dari Tim Reaksi Cepat (Respat) meluncur ke lokasi. Hanya saja tim belum bisa menangani langsung karena keterbatasan peralatan, jumlah orang dan pencahayaan,” kata Kepala BPSPL Padang, Fajar Kurniawan, kepada Mongabay, Rabu (22/11/23).

 

Seekor Dugong atau Duyung ditemukan mati terdampar di Perairan Teluk Nibung, Kota Padang, Sumbar, Rabu (22/11/23) dalam kondisi membusuk (kode-4). Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia.

 

Kemudian keesokan harinya pada saat tim sedang menuju lokasi, Dugong tersebut sudah dibakar oleh warga sekitar. “Padahal kami sudah siapkan tandu untuk ngangkut Dugongnnya ke tempat lain untuk dikubur. Tapi dibakar pun tidak apa-apa,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengintensifkan kerja sama dengan berbagai pihak. “Tahun depan kami akan coba sosialisasikan lagi ke kawan-kawan lain untuk reaksi cepat penanganan stranded mamals. Penanganannya sebenarnya bisa dilakukan oleh semua pihak agar bisa ditangani lebih cepat,” imbuhnya.

Sementara itu Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir BPSPL Padang, Fadel Muhammad saat ditemui dilokasi menyebut pembakaran merupakan salah satu metode penanganan satwa laut termasuk mamalia laut terdampar. “Ada empat metode dalam penanganan biota laut terdampar, salah satunya pembakaran. Selain itu ada metode penguburan, penenggelaman dan penguraian secara alami,” ungkapnya.

Metode penanganan satwa laut terdampar biasanya disesuaikan dengan keadaan di lokasi. “Penguburan (bangkai Dugong) agak sulit karena dibagian bawah perairan ini batu karang sehingga pembakaran menjadi metode yang tepat. Selain itu baunya juga mulai membusuk membuat warga mulai resah sehingga berinisiatif untuk melakukan pembakaran,” sebutnya.

 

Seorang warga membakar bangkai Dugong yang sudah terdampar selama tiga hari di Perairan Teluk Nibung, Kota Padang. Bangkai Dugong dibakar karena sudah membusuk mengeluarkan bau busuk. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Habitat Dugong

Terdamparnya Dugong di perairan Kota Padang ini menjadi catatan baru bagi BPSPL Padang. Sebelumnya pada 10 November 2023 sebuah akun media sosial Instagram @gadihbujangminangkabau mengunggah video seekor Dugong berenang di perairan dangkal dekat Manjuto, Sungai Pinang, Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan.

Kawasan tersebut bersebelahan dengan lokasi ditemukannya Dugong mati terdampar. Tapi belum bisa dipastikan apakah Dugong tersebut merupakan individu yang sama.

Fadel menyebut selama ini belum ada data/laporan tentang Dugong terdampar di perairan Sumatera Barat karena habitat Dugong di Sumatera Barat terdapat hanya ada di perairan Mentawai.

“Habitatnya sebenarnya di Mentawai di sekitar ekosistem lamun yang memang jadi makanannya. Ini penemuan pertama kali untuk di daratan Sumatera Barat, kebanyakan laporan selama ini terdampar di Kepulauan Riau (Kepri). Kami dapat informasi, sekitar 10 November, ada penampakan Dugong berenang di Sungai Pinang, karena disitu banyak lamunnya. Namun kita belum bisa memastikan apakah ini individu yang sama. Bisa jadi Dugong ini tersesat akhirnya mengalami disorientasi kemudian stress saat akan pulang ke habitat aslinya,” lanjutnya.

Sementara itu Peneliti Mamalia Laut dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sekar Mira menyebut sangat memungkinkan jika Dugong yang mati terdampar tersebut berasal dari kelompok yang sama dalam video itu.

“Semoga saja bukan individu yang sama, karena waktu saya dikirimi video penampakan Dugong itu cuma satu ekor, dalam artian semoga di wilayah itu ada lebih dari satu individu,” ungkapnya saat dihubungi Mongabay, Minggu (26/11/23).

 

Tim Reaksi Cepat (Respat) BPSPL Padang melakukan pengukuran bangkai Dugong yang sudah terlanjur dibakar masyarakat. Dugong itu berukuran 2,3 meter dengan berat 300 kilogram. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Dia menjelaskan mungkin saja populasi Dugong di Mentawai berenang sampai ke perairan Sumatera Barat. “Dari studi yang pernah dilakukan dengan satelit, dalam satu hari Dugong bisa melintasi beratus-ratus kilometer. Jadi kalau dari perairan kepulauan Mentawai ke perairan Sumatera Barat saja itu sangat memungkinkan,” katanya.

Sekar mengakui keberadaan Dugong di perairan Sumatera Barat menjadi catatan baru bagi peneliti, meski perairan Sumbar merupakan termasuk wilayah distribusi Dugong. “Hanya prihatin, baru ada catatan individu Dugong disitu, kemudian langsung ada kejadian terdampar,” ungkapnya.

Mengenai penyebab kematian Dugong di Teluk Nibung, Sekar belum bisa memastikan karena tidak ada pemeriksaan bedah bangkai (nekropsi). “Tapi kalau dilihat dari foto, kondisinya itu seperti ada lilitan di sirip dada sebelah kiri. Kalau saya ada disana itu yang akan ditelisik, kenapa bisa ada lilitan. Apalagi itu lilitan cukup kencang. Apakah itu terjadi sebelum kematian atau setelah kematian,” sebutnya.

Ia menambahkan idealnya di lokasi memang ada dokter hewan yang melakukan nekropsi. Namun jika tidak ada, minimal dilakukan pemeriksaan secara makroskopis oleh petugas di lapangan untuk mengetahui penyebab kematian Dugong tersebut.

Secara umum, lanjutnya, ada dua penyebab matinya seekor Dugong, yaitu penyebab alami dan tidak alami yaitu adanya interaksi dengan manusia. Secara alami Dugong bisa mati karena predatory, secara alami dikejar hiu atau buaya muara. Kemudian bisa juga karena penyakit atau karena angin topan atau cuaca ekstrem, seperti yang terjadi di Australia, ada satwa laut yang terdampar setelah terjadi badai siklon.

“Makanya kalau ada pemeriksaan pasca kematian, kita bisa menegaskan ada tidaknya interaksi dengan manusia. Kita jadi lebih positif bahwa penyebab kematiannya kemungkinan besar alami, apakah kondisi cuaca, kondisi perairan disaat sebelum kejadian,” pungkasnya.

#Lingkungan Hidup

Index

Berita Lainnya

Index