ANALISD.com, Jambi - Lamin, nelayan Pangkal Babu,  sudah puluhan tahun hidup di tepi hutan mangrove. Lelaki 60 tahun ini jadi saksi keberadaan cincinut, sejenis siput, yang jadi indikator kesehatan mangrove di Tanjung Jabung Barat, Jambi ini. Sehari-hari dia berada di hutan mangrove berburu cincinut.

Pagi  itu, berbaju lengan Panjang, dan bercelana pendek di atas lutut, dia membawa ember dan garpu tajam untuk mencari cincinut. Lamin sangat sigap dan cepat, melompat dari satu akar ke akar mangrove lain, mencari lubang kecil tempat cincinut biasa hidup.

“Di sini ada banyak cincinut, karena mangrove masih sehat. Kalau mangrove rusak, cincinut pasti susah dicari,” ujar Lamin.

Cincinut  (Cerithidea obtusa ) juga dikenal sebagai siput laut, salah satu biota perairan payau. Cincinut memiliki peranan penting sebagai indikator kesehatan mangrove karena hidup dan berkembang biak bergantung keberadaan mangrove.

Dafit Ariyanto, peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN menyebutkan,  penelitian di Pantai Banggi, Pantai Utara. Rembang, Jawa Tengah, dua jenis  Cassidula nucleus dan Cassidula angulifera hanya muncul sekali setahun. Kedua jenis ini  masih satu  family Potamididae dengan Cerithidea obtusa.

Dafit bilang,  jenis siput ini merupakan spesies peralihan antara laut dan darat,  dengan tekstur berlumpur dan berpasir. Jenis siput ini jadi indikator perubahan dalam ekosistem mangrove. Mereka jadikan ekosistem mangrove sebagai tempat makan, hidup, berlindung dan berkembang biak. Jika populasi masih banyak, berarti hutan mangrove dalam kondisi baik.

“Kalau bisa sepanjang tahun populasi ada, indikator mangrove baik, bagus itu. Ukuran juga mempengaruhi, jika berukuran besar itu juga jadi indikator baik.”

Faktor fisik antara lain, suhu, jenis sedimen , topografi daerah dan kondisi dinamika perairan serta faktor biologi seperti distribusi larva, kompetisi, pemangsaan dan tingkat trofik sangat menentukan keanekaragaman jenis siput-siput ini di hutan mangrove.

Nelayan Pangkal Babu pun memiliki kearifan lokal dalam berburu cincinut.  Untuk menjaga populasi siput ini, tidak semua kawasan mangrove bisa jadi area tangkap siput dan hasil laut lain.

Berburu cincinut di hutan mangrove Pangkal Babu tidak boleh sembarangan. “ Ada tempat yang dilarang berburu. Di kawasan ekowisata ini tidak boleh berburu, boleh di tempat yang mangrove sudah besar-besar,” katanya.

Semua itu, katanya, demi menjaga kelestarian ekosistem mangrove.  “Kita harus menjaga kelestarian mangrove agar cincinut dan jenis hewan lain di sana bisa terus hidup dan berkembang biak.”

Lamin dan nelayan Pangkal Babu terus berjalan mengelilingi hutan mangrove dengan hati-hati, menghindari akar dan lumpur yang licin.

Setelah berjalan sekitar 30 menit,  kami tiba di tempat yang dianggap titik terbaik berburu cincinut. Tempat ini merupakan area di tengah hutan mangrove,  penuh tanaman api-api yang tumbuh rapat dan rimbun. Di sekitar tempat itu, ada banyak lumpur dan pasir terendap air laut.

Tanpa banyak berbicara, para nelayan langsung mulai berburu. Mereka berjalan di atas lumpur dan memeriksa setiap celah maupun lubang yang terlihat di antara tanaman api-api. Lamin menunjukkan keahlian mencari cincinut.

Dia hati-hati menyentuh setiap lubang dan meraba permukaan lumpur untuk menemukan tanda-tanda keberadaan cincinut.

Tak lama, Lamin menemukan satu cincinut bersembunyi di dalam lubang kecil di bawah permukaan lumpur. Dia pakai tangan kosong untuk mengeluarkan siput laut dari lubang, kemudian meletakkan ke wadah. Begitu juga dengan nelayan lain, mereka berhasil menangkap beberapa cincinut dalam waktu cukup singkat.

Terus menjaga

Masyarakat di Pangkal Babu dan sekitar menyadari pentingnya menjaga hutan mangrove. Beberapa inisiatif untuk mengembalikan fungsi dan hutan mangrove dilakukan. Ada juga upaya mengedukasi masyarakat mengenai keberadaan mangrove sebagai sumber penghidupan berkelanjutan.

Salah satu kegiatan adalah penanaman di area rusak atau hilang dengan melibatkan masyarakat.

Adalah Kelompok Sadar Wisata Mangrove (Pokdarwis Mangrove) terbentuk pada 2019. Kelompok ini terdiri dari sejumlah nelayan dan warga sekitar yang peduli kelestarian lingkungan.

Salah satu program Pokdarwis Mangrove dengan penanaman mangrove di sekitar Pangkal Babu. Ada juga membudidayakan kepiting bakau, udang windu, dan ikan bandeng di area sekitar.

Budidaya ini dengan cara ramah lingkungan dan tidak merusak ekosistem mangrove. Dengan begitu, keberadaan mangrove dan satwa di dalamnya tetap terjaga.

“Kami sudah budidaya kepiting bakau, walaupun masih terbatas karena kendala pengetahuan dari nelayan, mereka tidak tahu bagaimana budidaya kepiting bakau yang baik,” kata Lamin.

Hari itu, setelah berhasil cukup cari cincinut, Lamin mengumpulkan hasil tangkapan ke dalam karung. Cincinut bersih akan mereka jual ke pasar ikan di Pangkal Babu, biasa harga antara Rp15.000-Rp20.000 per kilogram.  Di Pangkal Babu, cincinut jadi komoditas ekspor ke Singapura dan Malaysia.

Hatta Syafriyan, Ketua Pokdarwis Pangkal Babu, cerita sejak kecil ikut orang tua menangkap ikan, udang, dan kerang dara di area mangrove yang terjaga.

“Kelimpahan air pasang dari deburan ombak kurang, angin kencang terhalangi, membuat hasil nelayan kami mendekat, tidak jauh-jauh lagi kami mencarinya.”

Dia bilang, mangrove juga berperan penting dalam meningkatkan bibit ikan-ikan kecil, kepiting, udang, belanak, sembilang, dan tripang.

“Tripang ini makanan ikan, sedangkan kepiting membesarkan telur di mangrove. Di mangrove banyak anak kepiting.”

Kelompok pemuda pesisir di Pangkal Babu juga melakukan beberapa kegiatan, termasuk pelarangan racun ikan di sungai, dan penebangan pohon. Mereka juga tanam mangrove seluas 12 hektar.

“Harus ada hutan yang jadi dasar dan tak boleh ditebang sampai batas tanggul. Ketinggian air pasang bisa mencapai 70 cm ke atas.”

Dengan luas hutan mangrove mencapai 121 hektar di Pangkal Babu, kini pemerintah desa juga melindungi melalui Perdes No. 3/2021 tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Mangrove.

Dalam peraturan itu disebutkan, hutan mangrove di Pangkal Babu seluas 121 hektar harus dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Masyarakat mendukung perdes itu. Mereka menyadari betapa penting menjaga kelestarian mangrove.

Cuaca cerah hari itu. Angin bertiup cukup kencang. Setelah selesai tangkap siput, Lamin memanfaatkan angin untuk mendorong perahu melaju lebih kencang.

Dia bergerak di sepanjang hutan mangrove yang memanjang di pesisir Pantai Pangkal Babu.

“Mencari cincinut bisa menghabiskan waktu tiga jam, bisa dapat 10-15 kg ikan belanak, kakap, udang, ikan laut kurau, dan ikan klitang yang jumlahnya banyak.”

#Konservasi

Index

Berita Lainnya

Index