ANALISD.com, Jakarta - Otorita Ibu Kota Negara Nusantara (IKN Nusantara) tengah menyusun strategi dan rencana aksi konservasi keanekaragaman hayati di area seluas 256.142 hektar itu. Berbagai kalangan menilai upaya ini sebagai langkah terlambat karena kerusakan sudah terjadi baru mau menyusun rencana aksi.

Otorita menyebut tujuan pembuatan strategi dan rencana aksi ini mendukung rencana alokasi wilayah lindung di IKN yang mencapai 65% yang dipercaya bisa menampung keanekaragaman hayati (kehati) endemik.

“Apalagi kami ada keinginan untuk mengoneksikan kawasan hutan dan lindung di sekitar IKN,” kata Pungky Widiaryanto, Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air Otorita IKN dalam Workshop Keanekaragaman Hayati IKN yang dihelat di Jakarta, 22 Mei lalu.

Dari 256.000-an hektar, hanya 50.000 yang akan dibangun jadi kota. Sisanya, jadi kawasan lindung dengan berbagai upaya restorasi dan reforestasi, karena mayoritas lokasi IKN merupakan hutan produksi, kebun sawit, hingga daerah bekas pertambangan.

Pungky menyebut,  otorita tidak bisa bekerja sendiri perlu para pihak untuk menyiapkan dokumen dan kajian terkait kehati di IKN.

“Kami mengundang berbagai berbagai pihak karena pada prinsipnya kita menekankan pentingnya partisipasi berbagai stakeholders,” katanya.

Acara ini pun menjadi kick off penyusunan kebijakan strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati IKN.

Dia bilang, dokumen strategi dan rencana aksi keanekaragaman hayati IKN akan mencakup berbagai hal. Mulai dari visi Kehati IKN 2045, status keanekaragaman hayati IKN, ancaman keanekaragaman hayati, strategi dan rencana aksi, pendanaan, hingga sistem monitoring.

Dokumen ini, kata Pungky,  sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 1/2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan.

“Desain IKN adalah prinsip serasi dengan alam, berartti harus ada keseimbangan ekologi dan lingkungan,” katanya.

Suharyono,  Sekretaris Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak bisa memungkiri potensi kerusakan dan keterancaman kehati karena pembangunan IKN.

Untuk itu, katanya, safeguard dan master pllan kehati ini perlu diapresiasi.

“Karena kalau tidak ada master plan, kita tidak tahu akan mau dibawa ke mana kehati ini.”

Pembuatan master plan kehati, katanya,  seturut engan Permen LHK Nomor 29/2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah. Dokumen ini,  sudah seharusnya dimiliki tiap daerah dan diperbaharui secara periodik dalam waktu lima tahun.

Master plan ini juga bisa jadi upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya dalam pengelolaan kehati di IKN,” katanya.

Myrna Safitri, Deputi bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN mengatakan,  upaya penyusunan strategi dan rencana aksi kehati sebagai respons atas pembangunan yang sudah berjalan di sana. Sebelumnya, Otorita IKN sudah memberikan berbagai imbauan pada kontraktor yang sedang bekerja.

Imbauan itu mencakup surat edaran untuk pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada proyek-proyek konstruksi pada Januari lalu hingga petunjuk teknis perlindungan satwa.

“Tahapan ini masih berfokus di KIPP (Kawasan Inti Pusat Pemerintahan). Penting agar di kawasan ini perlindungan lingkungan diperhatikan,” katanya.

Perlindungan satwa menjadi vital, kata Myrna, karena segala aktivitas manusia bisa menyebabkan perubahan perlikau satwa. Pun demikian dengan pekerja yang belum tentu familiar dengan keberadaan satwa di IKN.

Karena itu, petunjuk teknis (juknis) dengan nomor 01/LHSDA-OIKN/2023 itu menekankan pentingnya sosialisasi dari penyedia proyek pada para pekerja terkait perlindungan satwa liar, mitigasi dan penganan konflik dengan manusia.

Penyelenggara proyek, katanya,  diharapkan bisa menyebarkan materi edukasi satwa pada para pekerja dengan sarana edukasi antara lain lewat flyer atau poster dan menyebarkan materi edukasi digital ke nomor WhatasApp para pekerja.

Para pekerja pun dilarang mengambil foto dan video satwa liar serta menyebarkan, menirukan suara satwa, memberi makan, memukul, menjerat, menangkap, hingga membunuh.

Juknis yang terbit pada 14 Februari ini pun mengimbau para pekerja konstruksi tidak mendekati lokasi yang sering ditemukan satwa liar hingga membuang sampah pada tempat yang disediakan hingga tak menarik satwa untuk datang.

“Kami sadar perhatian publik pada IKN sangat tinggi. Karena itu kami akan memperlihatkan indonesia yang beda dalam IKN, Indonesia yang peduli terhadap lingkungan, yang inklusif dan pembangunannya serius,” kata Myrna.

Koridor satwa

Menurut rencana, akan banyak wildlife bridging atau crossing yang dibangun untuk menghubungkan lokasi dengan keanekaragaman hayati tinggi di IKN dan sekitar. Lokasi itu mulai dari Teluk Balikpapan, Hutan Lindung Sungai Wain, Gunung Parung, Tahura Bukit Soeharto, pusat kota IKN, kawasan mangrove di Muara Jawa, hingga ke hutan alam di barat IKN.

“Akan ada ratusan (wildlife crossing). Antara Sungai Wain dengan Teluk Balikpapan yang terputus, rencananya kami sambungkan dengan empat wildlife crossing,” kata Pungky.

Dia menyebut,  ada tiga koridor yang diusulkan untuk menyambungkan area-area yang terpisah ini yaitu, Koridor Selatan melingkupi Sungai Wain ke Bukit Soeharto. Koridor Utara melingkupi Bukit Soeharto ke Gunung Parung. Kemudian, koridor yang menghubungkan kawasan mangrove Teluk Balikpapan ke Sungai Wain.

Koridor Selatan dan koridor Utara, kata Pungky, sudah masuk dalam Keputusan Presiden Nomor 64/2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN 2022-2042.

“Nantinya semua menyambung jadi satu kesatuan.”

Dalam membangun koridor satwa ini, Otorita IKN mengklaim berkonsultasi dan dapat masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Standar koridor yang diterapkan pun mengacu pada standar lokal dan internasional.

Beberapa standar lokal yang ada antara lain Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 23/2019 tentang Jalan Strategis di dalam Kawasan Hutan. Juga Peraturan Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor 8/2016 tentang Pedoman Penetapan Koridor Satwa Liar sebagai Ekosistem Esensial.

Sedang standar internasional mengacu pada Green Infrastructure Design for Transport Project: A Road Map to Protecting Asia’s Wildlife Biodiversity yang dikembangkan ADV. Juga Wildlife Crossing Structure Handbook: Design and Evaluation in North America yang disusun oleh Departemen Transportasi Amerika Serikat.

Jatna Supriatna,  pakar Biologi Konservasi dan Lingkungan Universitas Indonesia (UI) mengatakan, pembangunan koridor dan upaya menghubungkan kawasan dengan nilai kehati yang terfragmentasi di kawasan IKN bisa dilakukan. Asalkan, katanya,  pembangunan mengacu pada kajian ilmiah yang ada.

“Saya kira sains sudah menyediakan (pedoman koridor satwa). Berapa luasan, untuk segmen apa, itu sudah ada list-nya,” ucap Jatna.

Belum ada inventarisasi

Sayangnya, Otorita IKN tidak memiliki inventarisasi keanekaragaman hayati di dalam dan sekitar kawasan IKN. Mereka masih berpegang pada data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN.

Dari data itu, setidaknya perlu koridor untuk orangutan, bekantan, macan dahan, dan beruang madu. Kelima satwa ini dipercaya memiliki habitat di Hutan Lindung Sungai Wain.

“Meskipun tidak masuk IKN, tapi kami akan bertanggungjawab karena merupakan satu kesatuan landscape,” kata Pungky.

Dia mengatakan, setidaknya tahun ini akan ada desain inventarisasi satwa di dalam kawasan IKN. “Inventarisasi satwa ini lama. Perlu 5-10 tahun untuk bisa tahu secara komplet (lengkap)  satwa di IKN,” katanya.

Untuk ini, katanya, antara lain langkah mereka adalah kajian baseline keanekaragaman hayati. Dokumen seperti analisis mengenai dampai lingkungan (amdal), kajian di Bukit Soeharto, kajian di koridor selatan, survei kamera jebak di Sungai Wain dan survei mamalia laut di Teluk Balikpapan,  yang sudah ada akan dikompilasi dengan survei lapangan.

Rencananya, survei lapangan berfokus pada area di dalam kawasan IKN, terutama di tiga kawasan kunci yang masih memiliki kesenjangan data.  Tiga lokasi itu di sebelah barat daya Hutan Lindung Sungai Wain, rencana koridor utara antara Gunung Parung dan Tahura Bukit Soeharto, lalu kawasan hutan mangrove di Muara Jawa.

Langkah terlambat?

Mappaselle,  Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, saat dihubungimengatakan,  langkah Otorita IKN yang baru menyusun strategi dan rencana aksi konservasi kehati di kawasan IKN dinilai terlambat. Pasalnya, kerusakan sudah terjadi masif, sementara safeguard perlindungan baru disusun.

Dari catatannya, sekitar 1.700 hektar kawasan mangrove di Teluk Balikpapan sudah dibuka sejak penetapan IKN. “Baru-baru ini saja, untuk jalan tol ada pembukaan sekitar 360 hektar,” katanya.

Belum lagi, ada pembukaan untuk pelabuhan yang menghabiskan sekitar 50 hektar kawasan mangrove untuk satu pelabuhan. Sementara, katanya, ada enam pelabuhan di kawasan IKN untuk pembangunan dan pelabuhan internasional.

Pembukaan kawasan mangrove dan aktivitas masif di Teluk Balikpapan, katanya,  secara tak langsung berdampak pada perubahan perilaku satwa. Pesut mahakam jadi sulit ditemui, buaya pun jadi banyak berkeliaran dan membuat takut nelayan serta masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir.

“Sudah dua bulan terakhir kami sulit bertemu pesut di bentang panjang jembatan Pulau Balang. Padahal itu salah satu kawasan favorit pesut,” katanya.

Eskalasi kemunculan buaya pun tinggi beberapa waktu terakhir. Serangan teranyar akhir tahun lalu.

Nelayan pun jadi resah melaut. Menurut Selle, mayoritas kapal nelayan berukuran lebih kecil dari buaya hingga serangan buaya bisa berakibat fatal.

“Perlindungan kawasan penting tidak dilakukan dari awal. Kerusakan sudah lari di depan, tapi Otorita (IKN) baru menyusun rencana aksi. Bisa tidak mengejar ketertinggalan itu?” katanya.

Sebelumnya, Myrna Safitri mengakatan, pada Mongabay kalau kawasan mangrove akan diproteksi dengan ketat. Dia memastikan kawasan mangrove di IKN masuk dalam kawasan lindung.

Demikian pula dengan yang sudah masuk dalam kawasan area penggunaan lain (APL). “Kalau dulu kita percaya APL bisa diapakan saja. Itu keliru, kita mau di era baru ini, tidak lagi bciara soal status penguasaan lahan, tapi pada fungsi ruang, sesuai dengan UU Tata Ruang,” katanya.

Terkait pembukaan mangrove untuk dermaga, dia bilang, ada beberapa kawasan memang boleh. Namun, mereka sedang berupaya menyusun desain green port hingga pembangunan dan aktivitas di dalamnya tidak berdampak buruk pada lingkungan.

“Kami sudah bertemu dengan Belanda dan mereka tertarik untuk bantu kita supaya bisa diterapkan juga konsep green port mereka di IKN.”

Uli Artha Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi saat dihubungi Mongabay mengatakan, pembangunan IKN dengan logika salah.

“Bagaimana mungkin pembangunan sudah dilakukan, tetapi konsep perlindungan baru dibuat?”

Logisnya model pembangunan yang tak meninggalkan aspek lingkungan, katanya,  perlu disusun dengan baik sebelum ada konstruksi di lapangan. Bahkan,  sebelum penunjukan Kalimantan Timur, dalam hal ini Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, sebagai lokasi IKN.

Pandangan dan kajian saintifik, katanya, harus sudah selesai sebelum pemilihan wilayah. “Supaya pembangunan ibu kota baru ini tidak tiru pembangunan di Jakarta yang sekarang,” katanya.

Dia juga menyayangkan, Otorita IKN tak mengajak berbagai pihak seperti organisasi masyarakat sipil yang sudah memiliki kajian dan data terakhir kondisi dan konflik di IKN dalam proses penyusunan strategi dan master plan kehati.

Menurut dia, sudah banyak organisasi masyarakat sipil yang bekerja di dalamnya dan melibatkan masyarakat yang perlu terlibat dalam proses ini.

Langkah Otorita ini dia sebut makin memperkuat citra pembangunan IKN yang eksklusif dan menjauhkan rakyat.

“Dari penunjukan, dan pembuatan UU sudah tidak melibatkan masyarakat.”

#Hutan

Index

Berita Lainnya

Index