Jikalahari Tegaskan Serangan Terhadap Prof Bambang Hero Tersruktur dan Sistematis

Jikalahari Tegaskan Serangan Terhadap Prof Bambang Hero Tersruktur dan Sistematis
Prof Bambang Hero Saharjo(MI/SUSANTO)

Prof. Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Kehutanan IPB University, kembali mendapatkan tekanan atas usahanya memperjuangkan perlindungan dan perbaikan lingkungan. Keterangan yang diberikannya terkait perhitungan kerugian lingkungan akibat korupsi tambang timah oleh PT Timah Tbk dan lima perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung, yang mencapai Rp271 triliun, dipersoalkan keabsahannya.

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menyatakan bahwa serangan terhadap Prof. Bambang tidak datang dari masyarakat, melainkan dilakukan secara terstruktur dan sistematis. “Ini bukan pertama kalinya Prof. Bambang menjadi sasaran tekanan dari korporasi yang terlibat kejahatan lingkungan,” ujar Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo. Ia menambahkan bahwa gugatan, somasi, dan intimidasi terhadap Prof. Bambang adalah bentuk kriminalisasi yang sering diterima pejuang lingkungan, meskipun tindakan mereka adalah partisipasi publik untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh perusahaan.

Prof. Bambang adalah pakar forensik kebakaran hutan dan lahan, yang telah menangani lebih dari 500 kasus kerusakan lingkungan di Indonesia. Ia merupakan lulusan Fakultas Kehutanan IPB, melanjutkan studi S2 di Kyoto University, Jepang, dan menyelesaikan studi doktoral di universitas yang sama. Prestasinya meliputi penghargaan nasional maupun internasional, termasuk Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya dan John Maddox Prize dari Inggris atas kontribusinya dalam menghentikan penggunaan metode ilegal untuk membersihkan lahan.

Baru-baru ini, Kejaksaan Agung menunjuk Prof. Bambang sebagai ahli dalam kasus korupsi tambang timah yang melibatkan PT Timah Tbk. Dalam kasus ini, negara dilaporkan merugi hingga Rp300 triliun, yang terdiri dari Rp2,2 triliun akibat kerja sama ilegal, Rp26 triliun dari pembayaran bijih timah, dan Rp271 triliun dari kerusakan lingkungan sejak 2015 hingga 2022. Perhitungan tersebut didasarkan pada verifikasi lapangan, citra satelit, serta kajian aktivitas tambang di tujuh kabupaten di Bangka Belitung.

Dari analisisnya, Prof. Bambang menghitung kerugian lingkungan di kawasan hutan mencapai Rp223,36 triliun, sementara kerugian di luar kawasan hutan sebesar Rp47,7 triliun. Penilaian ini didasarkan pada kerangka hukum, termasuk Permen LH No. 7 Tahun 2014, yang mengatur tentang metode penilaian kerugian lingkungan hidup.

Namun, langkah Prof. Bambang sering mendapat perlawanan dari perusahaan-perusahaan yang terbukti bersalah. Pada 2018, PT Jatim Jaya Perkasa menggugat keterangan ahli yang disusunnya, meskipun gugatan tersebut kemudian dicabut. Pada 2024, perusahaan yang sama kembali melayangkan gugatan serupa. Menurut Jikalahari, tujuan gugatan tersebut adalah untuk menggagalkan penggunaan keterangan Prof. Bambang sebagai dasar vonis hukum, yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan perusak lingkungan.

Okto menegaskan bahwa perhitungan Prof. Bambang dilakukan berdasarkan regulasi yang sah dan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keberhasilannya dalam membuktikan pelanggaran perusahaan memberikan efek jera, yang berdampak pada penurunan jumlah kebakaran hutan dan kabut asap.

Jikalahari mendesak pemerintah, termasuk Kementerian Kehutanan dan Kejaksaan Agung, untuk melindungi Prof. Bambang dari tekanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. “Hakim harus berani memanfaatkan hasil perhitungan Prof. Bambang untuk memberikan keadilan bagi lingkungan yang telah dirusak,” pungkas Okto. Negara juga harus hadir untuk mendukung pejuang lingkungan, sesuai amanah Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

#Umum

Index

Berita Lainnya

Index