ANALISD.com, Jakarta - Bursa CPO atau minyak sawit mentah batal diluncurkan Juli 2023 sesuai dengan target Kementerian Perdagangan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa CPO kemungkinan baru dluncurkan Agustus 2023.

Menteri yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan, Bursa CPO tengah dilakukan harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Kemenkumham.  

“Akan segera diluncurkan awal Agustus, karena ada dua yang harus kita selesaikan. Satu bursa kripto, satu lagi bursa CPO,” ujar Zulhas dalam acara peluncuran bursa kripto CFX, di Jakarta, Jumat (28/7).

Zulhas mengatakan, Bursa CPO akan menjadi patokan harga minyak sawit mentah atau CPO di Indonesia. Harga CPO Indonesia selama ini mengacu pada Belanda dan Malaysia. Hal ini lantaran Indonesia tidak memiliki bursa sendiri.  

“Beberapa kali di sidang kabinet disinggung, masa kita ikut dengan Belanda dan Malaysia, padahal kita yang punya sawit, tapi kita malah ikut harga acuan mereka,” ujarnya. 

Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan Kementerian Perdagangan tengah menyusun Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag dengan melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga terkait dan pelaku usaha. Hal ini membuat Bursa Sawit tersebut belum bisa diluncurkan.  

“Akan segera diluncurkan awal Agustus, Permendagnya belum keluar,” kata Didid

Apa Keuntungan Bursa CPO? Sebelumnya, Didid menekankan pengoperasian Bursa CPO akan membuat pembentukan harga dan ketersediaa minyak sawit mentah menjadi transparan.  

Pasalnya, Bursa CPO mewajibkan produsen yang tergabung untuk mendeklarasikan produknya secara rinci. 

"Jadi, apapun kualitasnya, sertifikasinya harus disampaikan karena ini banyak penjual ketemu banyak pembeli. Penjual bisa ketemu pembeli manapun, tapi yang harus dilihat tetap barangnya," kata Didid, saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/5). 

Didid menyampaikan CPO yang masuk dalam bursa pada akhirnya akan menjadi acuan harga ekspor pemerintah. Alhasil, Didid optimistis harga CPO yang masuk dalam bursa akan lebih atraktif bagi penjual dari yang dilakukan selama ini.

Dia menyampaikan, harga CPO yang terbentuk sejauh ini didasarkan oleh kesepakatan antar pebisnis atau B2B. Pengoperasian bursa dinilai akan membuat proses pembentukan harga lebih transparan dan sesuai dengan kondisi pasar.

Maka dari itu, Didid mengumumkan akan ada biaya yang harus ditanggung oleh produsen CPO yang masuk dalam bursa. Menurutnya, salah satu komponen dalam struktur biaya tersebut adalah biaya asuransi. 

Didid menjelaskan bursa CPO akan memberikan garansi proses transaksi. Secara sederhana, bursa CPO akan menjamin proses transaksi saat ada gagal serap maupun gagal bayar. 

"Biaya bursa CPO itu masalah cost of money. Bunga kredit perbankan selama sebulan tidak sebanding dengan peningkatan harga CPO di bursa," kata Didid. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia melakukan ekspor minyak kelapa sawit sebanyak 26,2 juta ton sepanjang 2022. 

Jumlah tersebut menurun sebanyak 769.300 ton pada periode sebelumnya (year-on-year/yoy) yang mengekspor minyak kelapa sawit sebanyak 26,9 juta ton pada 2021. 

Adapun tiga negara utama tujuan ekspor komiditas ini selama dua tahun terakhir adalah India, Tiongkok, dan Pakistan.

 

#Green Economy

Index

Berita Lainnya

Index