ANALISD.com, Pekanbaru – WALHI Riau mengadakan diskusi bertema Suara Sahabat Pengadilan Untuk Penyelamatan Pulau Mendol (Rabu, 14 Juni 2023). WALHI Riau memfasilitasi ruang bagi empat organisasi nasional guna mendukung Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang telah melakukan aksi korektif dengan mencabut Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) atas nama PT Trisetia Usama Mandiri (TUM). Kebijakan korektif  yang dilawan PT TUM dengan melakukan gugatan. Guna bersolidaritas melawan gugatan tersebut, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesian (YLBHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Eksekutif Nasional WALHI, dan Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) mengirim Amicus Curiae kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan.  Pengiriman Amicus Curiae merupakan bentuk upaya bersama menyelamatkan Pulau Mendol dan masyarakatnya dari ancaman aktivitas perkebunan kelapa sawit skala besar. Selain itu, 4 Amicus Curiae ini diharap menguatkan keyakinan Majelis Hakim PTTUN Medan guna memastikan keberpihakannya pada kepentingan kemanusiaan dan lingkungan hidup.  

Diskusi ini dibuka oleh paparan Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau. Dalam paparannya ia menyampaikan penerbitan (IUP-B) PT TUM pada 2013 diwarnai kejanggalan, diantaranya (1) IUP-B seluas 6.550 hektar di Kecamatan Kuala Kampar terbit tanpa dilengkapi dokumen izin lingkungan; (2) izin terbit di pulau kecil yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil; (3) penerbitan IUP-B tidak melibatkan partisipasi masyarakat; (4) izin terbit pada fungsi lindung ekosistem gambut; dan (5) lokasi IUP-B tidak dimanfaatkan oleh PT TUM sehingga menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan.

“Amicus yang dikirim oleh teman-teman Eksekutif Nasional WALHI, ICEL, YLBHI, dan KPA ini bukan sedekar mendorong penyelesaian persoalan hukum berlangsung secara adil. Keberadaan Amicus ini menjadi bagian untuk memastikan masyarakat tahu, Pemerintah Kabupaten tahu, dan masyarakat tahu bahwa kita kelompok masyarakat sipil saling bersolidaritas menyelamatkan Pulau Mendol, agar masyarakat dapat berdaulat atas tanahnya atas sumber penghidupannya dan sumber agraria lainnya,” sebut Even ketika menutup paparannya.

Ahlul Fadli moderator dalam diskusi ini memberi kesempatan pertama kepada Satrio Manggala, Manajer Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI untuk menyampaikan poin-poin yang dimuat dalam Amicus-nya. Satrio menyampaikan bahwa WALHI meminta kepada Majelis Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru luput menggali kebenaran materil selama proses persidangan. Majelis Hakim menurutnya lupa mempertimbangkan asas pemanfaatan dalam memutuskan perkara pada tingkat pertama. Ada dua prinsip yang menyangkut hukum lingkungan yang tidak diperhatikan, yaitu tentang kepentingan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dan kepentingan manusia dan lingkungannya.

“Bagi WALHI, pencabutan IUP-B yang dilakukan Bupati Pelalawan sudah sesuai dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Melalui sahabat peradilan WALHI merekomendasikan kepada Majelis Hakim PT TUN Medan untuk membatalkan putusan tingkat pertama karena apa yang kami tuliskan menyangkut hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak atas air bersih dan perlindungan lingkungan hidup. Kami berharap Amicus ini dipandang dalam posisi WALHI sebagai sahabat pengadilan dan memohon agar Majelis Hakim PTTUN Medan secara komperhensif memeriksa kebenaran materil untuk menggali peraturan perudang-undnaganan yang berkaitan dengan proses korektif dalam pencabutan IUP-B PT TUM,”  jelas Satrio.

Difa Shafira, Kepala Divisi Kehutanan dan Lahan ICEL juga menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung advokasi kasus ini dan berharap PTTUN Medan bisa menggali aspek yang lebih subtantif dalam perkara ini. Ia juga menjelaskan, secara formil seharusnya gugatan tersebut tidak diterima oleh PTUN Pekanbaru. Karena terdapat beberapa aspek lingkungan hidup, dalam mengadili perkara ini Majelis Hakim PTTUN Medan Harus berpedoman pada SK KMA 36/2013, khususnya yang berkaitan dengan penerapan asas-asas UU PLH.

“Kami berharap PTTUN Medan agar lebih cermat dalam mengadili perkara ini dan memperhatikan aspek formil, karena fatal jika ditinggalkan serta melihat lebih dalam aspek subtantifnya,” jelas Difa.

Sebagai penutup, Difa menyampaikan bahwa ICEL merekomendasikan kepada PTTUN Medan agar dapat menguji lebih jauh mengenai status Objek Sengketa II sebagai objek TUN dan menguji kelayakan upaya administratif yang dilakukan oleh Tergugat. PTTUN Medan diharapkan dapat masuk ke pertimbangan subtantif dengan mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan hidup sebagaimana diatur SK KMA 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.

Abdul Malik Akdom, Staf Monitoring dan Evaluasi YLBHI menjelaskan organisasinya merupakan organisasi yang bergerak dibidang penegakkan hukum hak asasi manusia dan demokrasi. Sebagai organisasi yang melakukan kerja advokasi tersebut, YLBHI akan ambil bagian dalam ruang-ruang penegakkan hukum yang kontradiktif dengan nilai-nilai demokrasi dan HAM. Kontradiksi yang terjadi dalam gugatan PT TUM melahirkan potensi pelanggaran HAM.  

Dalam paparannya Abdul menyatakan YLBHI memandang keputusan Bupati Pelalawan merupakan tindakan korektif yang sudah sesuai dengan peraturan undang-undang administrasi pemerintahan. Terkait penerbitan IUP-B PT TUM beserta HGU nya memiliki dampak yang serius terhadap kawasan hutan dan ekosistem gambut. Terlebih, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2017 menegaskan kawasan Pulau Mendol merupakan kawasan ekosistem gambut yang memiliki fungsi lindung.

“Hasil investigasi WALHI Riau tegas menyebutkan masyarakat menolak kehadiran PT TUM di Pulau Mendol. Bahkan masyarakat melakukan demonstrasi selama belasan hari untuk menolak kehadiran perusahaan. Kebijakan yang korektif ini jelas tepat karena memperhatikan kehendak rakyat Pulau Mendol yang menolak kehadiran PT TUM. Ditambah fakta, PT TUM menelantarkan areal kerjanya. Karena itu YLBHI merekomendasikan kepada Majelis Hakim PTTUN Medan untuk memperkuat keputusan Bupati Pelalawan tentang pencabutan IUP-B dan membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Pekanbaru,” jelas Abdul.

KPA diwakili Linda Dewi Rahayu menyampaikan hal yang dimuat dalam dokumen Amicus Curiae-nya. KPA  mengirim Amicus Curiae ini untuk mendukung masyarakat Pulau Mendol memperjuangkan hak atas tanahnya dalam gugatan PT TUM yang sedang berproses banding di PTTUN Medan.

Linda juga menjelaskan bagaimana perkebunan di Indonesia memiliki peranan yang penting dan strategis dalam hal pembangunan nasional. Namun, sektor perkebunan hampir selalu menempati posisi tertinggi penyebab konflik agraria di setiap tahunnya, dan salah satunya di Pulau Mendol.

“Letusan konflik tersebut tidak dapat dilepaskan dari bagaimana kompleksitas hukum agraria dan praktiknya yang seringkali ditafsirkan negara secara keliru. Hal ini dapat dilihat jelas dari fakta seringkali hak atas tanah sebagai hak yang harus dihormati dan dilindungi tidak dipenuhi negara,” jelas Linda.

Linda memaparkan bahawasannya KPA sebagai Amici memiliki kepentingan bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara HGU perkebunan kelapa sawit PT TUM ini terhadap konflik agraria yang terjadi, sebab terdapat tumpang tindih dengan hak agraria masyarakat Pulau Mendol.

“KPA memiliki tanggung jawab untuk menegakkan konstitusi dan hukum agraria untuk keselamatan rakyat khususnya Pulau Mendol. Amicus Curiae yang dibuat oleh KPA merupakan bentuk dorongan kepada PTTUN Medan untuk mendukung penegakan reforma agraria yang berkeadilan sosial dan berkeadilan lingkungan dan menjamin keberlanjutan keselamatan rakyat,” tutup Linda.

#Lingkungan Hidup

Index

Berita Lainnya

Index