ANALISD.com, Maluku Utara - Massa yang menamakan diri Basis Masa Selatan Kolektif itu merupakan gabungan nelayan, pemuda dan  mahasiswa yang protes  aktivitas pelayaran tugboat penarik tongkang berisi nikel mentah (ore),  dari sejumlah perusahaan tambang di Halmahera Timur, Pulau Gebe dan Pulau Gag Papua.

Sejulah massa itu merupakan nelayan bersama pemuda dan mahasiswa berkumpul di Desa Bakajaya Kecamatan Patani, Halmahera Tengah, Maluku Utara, pada 29 Mei lalu, memprotes Kapal pengangkut ore ini melintasi Perairan Patani melalui area tangkap nelayan.

Nelayan khawatir, aktivitas tongkang bawa nikel di Perairan Patani mengancam keselamatan dan ganggu hasil tangkap. “Sudah berulangkali. Para nelayan sudah tidak bisa mentolerir,” kata Zulkadri  Husen Adam, peserta aksi, seperti dilansir Mongabay.

Dalam aksi ini mereka gunakan dua perahu nelayan bergerak menuju satu tongkang dari Halmahera Timur menuju Weda Tengah,   melintasi laut Patani sekitar pukul 09:00.

Mereka juga membentangkan spanduk besar berisi protes atas dampak perusahaan tambang yang mengancam para nelayan.

“Perkuat Gerakan Rakyat Lawan Aktivitas Tongkang di  Laut Patani,” demikian  tulisan spanduk yang mereka bentangkan di perairan depan tugboat.

Mereka sempat berbernegosiasi  untuk  naik ke  atas kapal  menyampaikan aspirasi. Setelah beberapa menit kru kapal mempersilakan nelayan dan peserta aksi  naik ke kapal.

“Langsung diterima kapten kapal lalu kami sampaikan  tuntutan aksi di hadapan awak kapal.”

Dok. Mongabay

Dia bilang,  ada beberapa poin mereka sampaikan, seperti perlintasan kapal menjauh dari area tangkap nelayan. Dia bilang, sudah berulangkali  rumpon ditabrak kapal. “Bahkan ada perahu nelayan yang nyaris ditabrak di malam hari,” kata  Zulkadri.

Dalam aksi ini,  mereka tak hanya menyampaikan tuntunan atas ancaman lalu-lintas kapal tongkang pengangkut ore, juga menuliskan pesan di tongkang yang  berhenti sebentar di Perairan Patani.

Mereka membuat tulisan besar di dinding tongkang.  “Aktivitas tongkang merusak ruang hidup nelayan”.

Setelah aksi di laut, mereka balik ke pantai dan kampanye memperkuat gerakan melawan aktivitas kapal yang melewati laut Patani.

“Gerakan ini mendesak perusahaan agar tongkang yang mengangkut ore nikel,  lebih jauh dari wilayah tangkap nelayan karena lintasan saat ini sangat  berdampak kepada  nelayan,” katanya.

Tuntutan massa aksi dalam penghadangan kapal tongkang pemuat nikel itu ingin menegaskan agar  mereka  menjauh dari wilayah tangkap nelayan.

Dalam dua tahun terakhir ini,  lalu lintas angkut ore nikel sudah berulangkali mengancam keselamatan nelayan. Ada rumpon rusak dan tenggelam ditabrak tongkang yang angkut ore nikel.

Tidak itu saja,  lalu-lalang tongkang dan tuqboat  membuat ikan menjauh dan hasil tangkapan makin sulit.

“Ada banyak perusahaan tapi itu yang kami tahu dan ada dalam catatan kami kapal mereka bawa ore nikel dan lewat di laut Patani.”

Saat ini, katanya,  hasil tangkapan nelayan makin menurun. “Keselamatan nelayan juga terancam.”

Dulu, tiap hari hasil tangkapan bisa Rp2-3 juta. “Sekarang dapat Rp300.000- Rp500.000 juga sulit,” kata M Badarun, nelayan Desa Bakajaya.

Kapal-kapal    itu   angkut ore  yang rencana  dibawa  ke smelter PT Indonesia Weda bay Industrial Park (IWIP), salah satu industri  pengolahan nikel  di Indonesia.

Mufti Murhum, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Halmahera Tengah mengatakan, Pemerintah Halteng melalui Dinas Perikanan dan Perhubungan segera berkoordinasi dengan para pihak terkait  izin berlayar dan pemilik kapal-kapal tongkang.

Langkah-langkah yang mereka lakukan antara lain, pertemuan dengan KUPP Weda untuk koordinasi dan penjadwalan rapat koordinasi.

Kemudian, membuat surat langsung ke Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, tembusan ke Deputi Bidang Koordinasi Sumberdaya Maritim Kemenko Marves. Juga kirim surat ke Dirjen Pengawasan Sumberdaya Perikanan Kementerian kelautan dan perikanan soal penertiban dan pengawasan alur kapal tongkang yang beroperasi di Perairan Halmahera Tengah.

“Kami berharap semua pihak termasuk para mahasiswa bersabar menunggu upaya penyelesaian atas masalah  itu secara komprehensif,” katanya.

(Artikel ini sudah terbit di Mongabay)

#Energi

Index

Berita Lainnya

Index