ANALISD.com, Jakarta - Harga batu bara di pasar ICE Newcastle Australia pada Selasa (6/6) melonjak lebih dari 7% dipicu oleh krisis energi di sejumlah negara Asia Selatan seperti Bangladesh dan India. 

Batu bara di ICE Newcastle untuk kontrak Juli diperdagangkan di level US$ 143,75 per ton, naik US$ 9,6 atau 7,16% dibandingkan sehari sebelumnya. Sedangkan untuk kontrak Juni diperdagangkan di level US$ 137,75 per ton, naik 5,15%, dan kontrak Agustus US$ 147 per ton, naik 7,03%. 

Bangladesh tengah menghadapi krisis energi yang berdampak pada pemadaman beberapa pembangkit listrik. Pada Senin (5/6) kemarin, negara itu menghentikan sementara operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Payra berkapasitas 1,3 giga watt (GW) karena kekurangan bahan bakar batu bara.

Menteri Tenaga, Energi dan Sumber Daya Mineral Bangladesh, Nasrul Hamid, mengatakan negaranya baru akan mengaktifkan kembali PLTU Payra pada pekan terakhir Juni. 

"Tidak ada alternatif lain untuk mengatasi kekurangan bahan bakar, Kami harus menanggung ini selama dua minggu lagi," kata Hamid, dikutip dari Reuters pada Selasa (6/6). 

Defisit pasokan batu bara Bangladesh bermula dari persoalan pembayaran akibat keterlambatan Letter of Credit (LC) dengan penyuplai bahan bakar dari Cina, termasuk gas dan batu bara. Krisis energi di Bangladesh makin parah seiring melonjaknya permintaan listrik untuk pendingin ruangan sejak April lalu. 

Hal ini menyusul peningkatan suhu domestik karena adanya gelombang panas yang diperkirakan akan terus berlangsung hingga pekan depan. Pada Minggu (4/6), suhu di ibu kota Dhaka mencapai 38 derajat Celcius. Angka ini naik signifikan dibandingkan sepuluh hari sebelumnya yang berada di 32 derajat Celcius.

Seorang Pejabat Senior Kementerian Tenaga, Energi dan Sumber Daya Mineral Bangladesh, mengatakan bahwa permintaan listrik pada Senin kemarin melampaui pasokan batu bata nasional hingga 18%. 

Kekurangan itu terjadi sehari setelah total defisit daya Bangladesh naik ke level tertinggi dalam tiga minggu. Adapun kapasitas pembangkit listrik Bangladesh diperkirakan mencapai 21,7 GW, dengan komposisi lebih dari 50% berbahan bakar gas dan 8% hingga 10% dari batu bara.

"Hanya hujan yang bisa memberi kami sedikit kelegaan karena permintaan listrik berkurang saat hujan," kata pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya karena tidak berwenang berbicara kepada media. 

Pemadaman listrik mengancam sektor industri pakaian jadi Bangladesh, yang menyumbang lebih dari 80% dari ekspor dan pemasok pemasoknya seperti Walmart, Gap Inc, H&M, VF Corp, Zara, dan American Eagle Outfitters. 

Lonjakan harga batu bara juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi di India. Pembangkit listrik negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa ini telah menghabiskan 35 juta ton batu bara impor dalam lima bulan terakhir.

Angka tersebut diperkirakan bakal terus bertambah sejalan dengan lonjakan permintaan listrik domestik. Jumlah impor tersebut lebih tinggi dari besaran impor batu bara pada tahun 2021-2021 sebanyak 27 juta ton. 

Argus Consulting memperkirakan ekspor batu bara global naik 4,4% tahun ini, dengan impor ditetapkan naik 5%. Cina terlihat meningkatkan impor sebesar 11%, dengan ekspor Australia naik 9,4% setelah menurun selama tiga tahun berturut-turut. 

Juli Ndlovu, ketua Asosiasi Batubara Dunia (WCA) dan kepala eksekutif Sumber Daya Thungela Afrika Selatan, mengatakan bahwa Eropa tidak lagi menjadi pihak yang berperan besar dalam pergerakan harga batu bara. 

"Ke depan, apa yang terjadi dengan Cina dan India akan mendorong fundamental energi, karena di situlah pertumbuhan dan permintaan energi," kata Ndlovu kepada Reuters.

Westpac Australia mengatakan bulan ini mereka memproyeksikan patokan Newcastle rata-rata US$ 193 per ton selama sembilan bulan yang berakhir Desember 2023, sementara Kepala ekonom Australia memperkirakan harga patokan Newcastle rata-rata US$ 212 tahun ini. 

Kepala Ekonom Australia dan Argus menyatakan bahwa eksportir utama Indonesia dan Australia diperkirakan bakal meningkatkan pengiriman untuk memenuhi permintaan yang lebih tinggi dari India dan sebagian Asia Tenggara. Hal tersebut ditujukan untuk menutupi sedikit penurunan pasokan dari tempat lain termasuk Rusia. 

Kantor kepala ekonom Australia memperkirakan pasokan dari Australia melonjak 7,8% dan ekspor Indonesia naik 2,4%, sementara impor dari Asia naik 2,3% menjadi 852 juta ton dan pengiriman ke Eropa turun lebih dari 15%. 

Kenaikan harga batu bara juga sejalan dengan melonjaknya harga komoditas minyak mentah dan gas alam. Harga minyak mentah sempat naik 2% kemarin sejalan kekhawatiran pasokan yang meningkat ketika Arab Saudi mengumumkan pengurangan produksi terbesarnya pada tahun ini. 

Sementara itu, harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) menyentuh 28,48 euro per mega-watt hour (MWh) kemarin, naik 22,3% dalam sehari. Kenaikan harga gas terjadi karena permintaan dari Asia melonjak akibat adanya gelombang panas. Harga gas juga naik karena terminal LNG di Montoir, Prancis, akan tutup sementara hingga 10 Juni. Di sisi lain, pengiriman gas dari Rusia melalui laut hitam ke Turki ditangguhkan hingga 13 Juni karena perawatan.

 

#Green Economy

Index

Berita Lainnya

Index