ANALISD.com-MEDAN-European Union Deforestasi Regulation (EUDR) atau UU Deforestasi Uni Eropa (UUDE) sudah resmi diterapkan sejak 16 Mei 2023.

EUDR berlaku untuk dan wajib dipatuhi semua negara anggota Uni Eropa. Perlu diketahui, EUDR mengatur perdagangan sejumlah komoditas agar bebas dari proses deforestasi.

EUDR mengharuskan setiap komoditas yang diimpor oleh negara-negara anggota Uni Eropa tidak berasal dari proses penggundulan hutan.

EUDR setidaknya mengatur proses impor 7 komoditas yakni sawit, kopi, karet, kayu, kakao, daging, dan kedelai, berikut dengan produk turunannya.

Lalu, apa dampaknya EUDR bagi petani sawit, termasuk di Provinsi Sumatera Utara (Sumut)?

Mari kita lihat data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut di tahun 2022. Data itu menyebutkan nilai ekspor Sumut ke Uni Eropa (fob US$) sekitar 12 persen dari total ekspor sumut secara keseluruhan.

Kalau EUDR itu mampu membuktikan komoditas ekspor Sumut dinilai tidak lolos uji, maka tak bisa masuklah produk ekspor tersebut ke 27 negara anggota Uni Eropa (UE).

Sementara itu ekspor andalan Sumut ke sejumlah negara banyak didominasi oleh sawit, karet, kopi, kakao dan kayu, atau setidaknya ada 5 komoditas unggulan ekspor.

Jadi kalau seandainya Uni Eropa melarang pembelian komoditas unggulan Sumut yang 5 tadi, maka Sumut berpeluang untuk kehilangan pendapatan sekitar 12 persen.

Dan yang dilarang itu termasuk juga produk turunannya. Artinya jika kita mengekspor minyak goreng, dan sawit dilarang dibeli oleh UE.

Maka minyak goreng juga akan dilarang untuk dibeli karena merupakan produk turunan dari kelapa sawit.

Dan sebagai rakyat biasa, apa yang akan kita rasakan nantinya jika UU deforestasi ini melarang komoditas ekspor Sumut?

Pertama, ada peluang di mana harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) turun di pasar global.

Kedua, akan ada dampak pada penurunan harga di TBS sawit di tingkat petani.

Ketiga, kapasitas produksi terpasang tidak akan optimal, dan produktivitas industri pengolahan turun.

Keempat, kinerja ekonomi Sumut akan terganggu mulai dari hilir hingga ke hulunya.

Sejauh ini harga CPO ditransaksikan di kisaran RM 3.417 per ton. Harga CPO sendiri mengalami tren penurunan sejak Maret 2023 (RM 4.400 per ton).

Dengan penurunan harga CPO dan kinerja sejumlah komoditas pertanian lainnya diperkirakan sektor pertanian Sumut akan terkontraksi di kuartal kedua tahun 2023 ini dibandingkan dengan kuartal kedua tahun 2022 silam.

Kontraksinya bisa mencapai 1-2 persen lebih, dan sejumlah sektor yang lainnya seperti perdagangan besar dan eceran juga berpeluang terkoreksi.

Sektor pertanian menjadi andalan Sumut dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama masyarakat di Sumut.

Sehingga penurunan aktifitas ekonomi di sektor ini bisa merembet ke sektor lain seperti perdagangan besar dan eceran.

Dan EUDR sangat potensial memperburuk kinerja sektor ekonomi unggulan di Sumut. Masyarakat Sumut bisa menurun daya belinya (dimiskinkan) dengan UU tersebut.

Dan jika kondisi ini bertahan di kuartal ketiga, maka sektor pertanian dan sejumlah sektor lain juga akan terkoreksi dibandingkan kuartal ketiga 2022.

Jadi perlambatan ekonomi Sumut sudah terlihat, dan EUDR tersebut semakin memperburuk kinerjanya.(T5)

 

#Green Economy

Index

Berita Lainnya

Index