Pemerintah merilis aturan tentang penetapan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral radioaktif. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN, untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan bahwa pengaturan mengenai WIUP mineral radioaktif merupakan langkah pemerintah untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). 

"Barang ini harus diamankan, kalau tidak akan habis karena sering lolos keluar dalam bentuk pasir," ujarnya di Kementerian ESDM, Jumat (26/5). 

Pemerintah memperluas cakupan penetapan wilayah izin usaha pertambangan menjadi enam bagian. Di antaranya WIUP mineral radioaktif, WIUP mineral logam, WIUP batu bara, WIUP mineral bukan logam, WIUP mineral bukan logam jenis tertentu dan WIUP batuan. 

Ketetapan tersebut tertulis di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2023 Tentang Wilayah Pertambangan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Mei 2023. 

Pada Pasal 19, pemerintah provinsi (Pemprov) wajib menaati usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenaganukliran untuk menetapkan wilayah usaha pertambangan mineral radioaktif. 

"Pemerintah merencanakan pengembangan energi nuklir sesudah 2030, tergantung dengan kebutuhan," ujar Arifin.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, menjelaskan bahwa pengajuan penetapan wilayah usaha pertambangan mineral radioaktif dilakukan oleh pemprov kepada pemerintah pusat. 

Irwandy menambahkan, ada beberapa daerah yang tercatat memiliki potensi sumber daya mineral radioaktif. Di antaranya Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. "Kalau di Bangka Belitung itu ada monasit dan thorium," kata Irwandy.

Menurut catatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2019, Indonesia memiliki total sumber daya uranium 81.090 ton dan thorium 140.411 ton. Bahan baku nuklir tersebut tersebar di tiga wilayah, yakni Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Pulau Andalas memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium. Sementara itu, tanah Borneo 45.731 mengandung ton uranium dan 7.028 ton thorium, dan Pulau Celebes memiliki 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium.

Satu unit Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 1.000 megawatt membutuhkan 21 ton uranium yang dapat memproduksi listrik selama 1,5 tahun. Dari 21 ton uranium tersebut, emisi atau limbah yang dihasilkan hanya sepertiga. 

Gandeng Empat Negara Kembangkan Pembangkit Listrik Nuklir 

Adapun pemerintah sedang menjalin kerja sama pengembangan nuklir yang melibatkan empat negara, yakni Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, dan Korea Selatan. Rencananya, mereka akan mendirikan PLTN berteknologi Small Modular Reaktor (SMR) berkapasitas 77 megawatt di Kalimantan Barat.

Rencana kerja kemitraan ini sebelumnya telah ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y. Kim. 

Seremoni tersebut juga melibatkan Wakil Asisten Utama Menlu AS Ann Ganzer, dan Badan Perdagangan dan Pembangunan AS atau USTDA pada 18 Maret lalu. Di bawah perjanjian ini, USTDA telah memberikan hibah senilai US$ 1 juta kepada PLN Indonesia Power sebagai pendanaan untuk penilaian kelayakan teknis.

PLN Indonesia Power selanjutnya menggandeng perusahaan perancang reaktor modular nuklir mini asal AS dan Jepang, yakni NuScale Power dan JGC Corporation untuk melakukan pendampingan. 

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan kendati Indonesia sudah membentuk aliansi kerja sama, PLTN skala kecil itu belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat.

Indonesia harus lebih dulu menunggu pembangunan dan operasional PLTN SMR di AS dan Rumania pada 2029. "Terkait pembangunan di Indonesia, masih harus menunggu PLTN ini dibangun dan beroperasi secara komersial di negara lain. Jadi dari sisi waktu pembangunan untuk Indonesia, ya setelah 2030," ujar Dadan, Selasa (16/5).
 

#Energi

Index

Berita Lainnya

Index