Revisi Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 untuk Tarik Investasi Migas Non Konvensional

Revisi Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017  untuk Tarik Investasi Migas Non Konvensional
Kegiatan produksi hulu migas berlangsung di Anjungan Central Plant dan Anjungan Bravo Flow Station Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ), lepas pantai utara Subang, Laut Jawa, Jawa Barat, Minggu (2/4/2023). (dok. katadata)

Kementerian ESDM memberi kemudahan investasi pada sektor pengembangan hulu migas nonkonvensional (MNK) melalui revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Modifikasi aturan itu dinilai penting untuk menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam mengembangkan lapangan MNK. Investasi mengembangkan lapangan MNK ini membutuhkan kapital yang besar karena membutuhkan teknologi baru. 

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan pemerintah telah mengubah skema gross split menjadi kontrak bagi hasil teranyar bernama new simplified gross split atau gross split yang disederhanakan. 

"MNK itu berbeda dengan konvensional, gross split saat ini sangat detail dan kalau dihitung rumit. Nah itu akan kami simplifikasi agar lebih mudah dan akuntabel," kata Tutuka di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Selasa (23/5). 

Tutuka menjelaskan, skema new simplified gross split membuka opsi penyesuaian setelah verifikasi pada kondisi aktual di lapangan migas. 

Dia mencontohkan, perubahan pada aspek kedalaman pengeboran dan kandungan karbondioksida atau CO2 di dalam lapangan migas dapat mengubah kontak bagi hasil atau split. Mengenai perubahan base split, pemerintah menyeimbangkan bagi hasil antara Pemerintah dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) agar lebih menarik. 

Base split minyak bumi diubah menjadi 53% Pemerintah dan 47% KKKS. Sedangkan untuk gas bumi, base split-nya adalah 51% Pemerintah dan 49% KKKS. Pada aturan yang lama, base split minyak bumi adalah 57% Pemerintah 43% KKKS, sedangkan gas bumi 52% Pemerintah dan 48% KKKS. 

Selain menyasar pada lapangan migas non konvensional atau MNK, mekanisme new simplified gross split juga dapat diterapkan pada lapangan migas konvensional. Pelaku usaha juga diperkenankan untuk mengubah kontrak saat revisi Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 telah disahkan nantinya.

"Migas konvensional juga bisa ikut skema new simplified gross split. Yang jelas wilayah kerja migas yang baru akan memakai new simplified gross split. Lebih gampang. Mudah-mudahan prosesnya di tahun ini selesai," ujar Tutuka. 

Tutuka menjelaskan, pengelolaan migas non konvensional umumnya membutuhkan kapital yang lebih sedikit di awal masa pengembangannya. Hal ini dikarenakan eksploitasi migas non konvensional dilakukan di bekas lapangan migas terdahulu sehingga tak perlu mengeluarkan biaya eksplorasi. 

Kendati demikian, tingkat pendanaan MNK selanjutnya akan makin besar seiring pengembangan migas non-konvensional harus dilakukan secara khusus lewat pengeboran yang lebih cepat dibandingkan pengeboran lapangan migas pada umumnya. 

"Kalau MNK itu investasi pertama kecil, tapi makin lama makin besar seperti shale oil," kata Tutuka. 

Adapun shale oil merupakan salah satu sumber minyak non-konvensional berupa kandungan organik yang masih tersimpan di batuan sumber atau source rock dan belum matang disebut sebagai kerogen, sehingga perlu dipanaskan untuk mendapatkan minyak.

Sumber minyak non-konvensional lainnya adalah heavy oil yang didefinisikan sebagai minyak yang mempunyai nilai API kurang dari 22% dan nilai viskositas yang sangat rendah sehingga sangat susah untuk diproduksi, dan membutuhkan teknologi tinggi seperti steam injector.

Selanjutnya oil sands, yakni hasil percampuran antara pasir, bitumen, lempung dan air. Bitumen adalah minyak yang memiliki densitas dan viskositas tinggi serta telah mengalami biodegradasi.

 

#Energi

Index

Berita Lainnya

Index