ANALISD.COM, PEKANBARU - Masyarakat Pulau Mendol dari Desa Teluk, Teluk Bakau dan Teluk Beringin menggelar pawai untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke-79.
Pawai di Lapangan Sepakbola Desa Teluk Bakau tersebut tampak membentang spanduk bertuliskan 79 Tahun Indonesia merdeka, 67 Tahun Provinsi Riau, namun Masyarakat Pulau Mendol belum merdeka dari jajahan PT Trisetia Usaha Mandiri (PT TUM).
“Kemerdekaan belum sempurna, bila belum mendapatkan hak kami, dan Pulau Mendol bukan untuk perusahaan Perusak Lingkungan," tulisnya di spanduk pawai itu, Minggu (18/8/2024).
Tulisan ini dibawa masyarakat berkeliling dari lapangan bola Desa Teluk Bakau menuju pelabuhan Desa Teluk Bakau sejauh kurang lebih 2 km.
Selanjutnya masyarakat memasang spanduk tersebut di masing-masing lahan milik warga. Aksi kemudian diakhiri dengan makan dan doa bersama.
Selain dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan RI, aksi ini juga merupakan respon atas ditolaknya permohonan kasasi Bupati Pelalawan oleh Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA menguatkan putusan tingkat pertama Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru, agar Bupati Pelalawan membatalkan serta mecabut Surat Keputusan Bupati Pelalawan Nomor: KPTS 522/DPMPTSP/2020/401.
Surat tersebut tentang pencabutan izin usaha perkebunan budidaya kelapa sawit PT Trisetia Usaha Mandiri dan Surat Keputusan Bupati Pelalawan Nomor: 500/ DPMPTS/ 2022/276 tentang penghentian seluruh kegiatan di areal eks Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) PT Trisetya Usaha Mandiri (TUM).
"Akibatnya, ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan lahan yang selama ini kuasai oleh PT TUM," kata Misbun, perwakilan masyarakat Desa Teluk.
Misbun meminta Bupati Pelalawan untuk segera mengambil langkah hukum terkait putusan kasasi MA tersebut agar bisa memperjuangkan hak masyarakat tiga desa itu.
“Pada kesempatan kemerdekaan ini, kami sampaikan bahwa kami belum mandapat hak atas tanah, proses hukum saat ini menghambat kami mengelola lahan dan kebun, ini seperti terjajah,” ujar Misbun.
Begitu juga dengan Wati, perwakilan perempuan yang hadir dalam aksi. Wati mengatakan bahwa ia dan warga lainnya tetap menolak perusahaan yang mencoba merebut dan merusak lahan mereka.
“Pulau Mendol ini perlu dilindungi karena merupakan lahan gambut dan harus dijaga kelestariannya untuk memberi manfaat bagi masyarakat,” kata Wati.
Bagi Misbun dan Wati, Pulau Mendol sudah memberikan sumber penghidupan bagi masyarakat sejak lama. Menurut mereka jika pulau ini ditanami sawit akan berdampak pada mengeringnya lahan gambut yang menjadi sumber air tanah.
Jika gambut kering maka akan rawan terbakar, dan berdampak pada krisis air bagi lahan dan kebun masyarakat. Oleh sebab itu jika ada yang mencoba merusaknya mereka akan melawan.
“Kami sangat menolak jika ada perusahaan perusak lingkungan yang hadir di pulau ini, sampai kapanpun akan menolak,” tegas Wati.
Selain itu, masyarakat meminta Kementerian Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mengawal gugatan PT TUM di PTUN Jakarta tentang Surat Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor: 1/PTT-HGU/KEM-ATR/BPN/I/2023 tanggal 24 Januari 2023 tentang Penetapan Tanah Telantar Yang Berasal Dari Hak Guna Usaha Nomor 00146 dan 00147 milik PT Trisetia Usaha Mandiri.
“Proses ini perlu dikawal terutama oleh Kementerian ATR/BPN untuk memastikan proses hukum berpihak pada hak masyarakat. Kami berharap Majelis Hakim yang memutus perkara kasasi ini memberikan keadilan bagi masyarakat." Tutup Misbun.